Find Us On Social Media :

WFH Berpotensi Tingkatkan Risiko Cybersecurity di Infrastruktur Cloud

By Rafki Fachrizal, Selasa, 13 Juli 2021 | 14:00 WIB

Ilustrasi Cloud Computing (Komputasi Awan)

Akibat dari pandemi COVID-19 yang belum berkesudahan, banyak perusahaan/organisasi yang akhirnya masih terus menerapkan WFH (Work From Home) terhadap para karyawannya.

Dengan menerapkan WFH, setiap pekerjaan karyawan menjadi bergantung dengan jaringan internet. Belum lagi, keamanan siber menjadi semakin penting diperhatikan perusahaan karena karyawan yang mengakses data yang ada di infrastruktur cloud perusahaan dengan jaringan internet pribadi/publik.

Terkait dengan keamanan siber di infrastruktur cloud, perusahaan keamanan siber Horangi telah mengidentifikasi adanya ancaman keamanan siber dari infrastruktur cloud yang tidak terkonfigurasi dengan tepat.

Hal ini didasari analisis Horangi terhadap 285.000 scan yang dilakukan aplikasi multi-cloud Warden yang menjadi solusi Cloud Security Posture Management (CSPM) andalan mereka.

Temuan tersebut menyoroti bahwa dari 57.000 scan terdapat 20% kesalahan konfigurasi yang berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai vektor ancaman oleh pelaku ancaman keamanan siber.

Kesalahan konfigurasi ini umumnya mencakup akses unrestricted serta akses ilegal terhadap jaringan di dalam perusahaan.

Paul Hadjy selaku CEO dan Co-founder Horangi mengatakan “Saat ini para pemimpin dan pemangku kepentingan di sektor IT perlu memfokuskan kembali tujuan dan investasi mereka pada kebijakan, access control, IAM, access management istimewa, pelatihan pengetahuan keamanan siber, endpoint protection, pencegahan kehilangan data, dan juga risiko supply chain untuk keamanan kerja jarak jauh guna mencegah terjadinya kebocoran data dan serangan siber.”

Sebuah survei global dari JLL menunjukan bahwa 72% responden cenderung memilih melanjutkan kerja jarak jauh pasca-pandemi.

Namun seiring hal itu, risiko terhadap serangan keamanan siber meningkat bersamaan dengan ruang kerja yang tersebar, meningkatkan ukuran, cakupan, dan kerumitan dari infrastruktur keamanan siber.

Gartner melihat bahwa sebagian besar serangan yang terjadi pada layanan cloud dipengaruhi oleh kesalahan saat menyiapkan infrastruktur cloud. Hal ini meningkatkan risiko untuk kerja jarak jauh di masa yang akan datang.

Meningkatnya ketergantungan pada platform virtual dan metode komunikasi juga menimbulkan adanya peningkatan serangan phising dan ransomware yang mengarah ke hilangnya data personal dan data-data penting.

“Solusi seperti penggunaan CSPM dapat mengidentifikasi dan memperbaiki kerentanan secara proaktif, membantu perusahaan untuk meningkatkan risiko organisasi khususnya bagi yang sudah mengutamakan penggunaan cloud,” lanjut Paul.

Horangi yang baru saja mengantongi sertifikasi Kompetensi Keamanan Amazon Web Services dan Kompetensi Keamanan Sektor Publik, menargetkan untuk peningkatan pangsa pasar keamanan siber komputasi awan di Asia Tenggara yang menurut IDC berpotensi mencapai US$40,32 miliar pada tahun 2025.