Find Us On Social Media :

WFH Diramal akan Jadi Tren Setelah Pandemi, Apa saja Risikonya?

By Fathia Yasmine, Rabu, 4 Agustus 2021 | 16:14 WIB

Ilustrasi serangan siber

Pandemi Covid-19 membuat banyak perusahaan di dunia memberlakukan kebijakan kerja dari rumah atau work from home (WFH). Dalam semalam, karyawan-karyawan yang biasanya selalu bekerja di kantor kini terpaksa harus bekerja dari rumah seiring dengan diberlakukannya kebijakan pemerintah yang membatasi mobilitas masyarakat di luar rumah.

Di Indonesia, pandemi belum usai sehingga perusahaan-perusahaan masih terus menerapkan kebijakan WFH. Sementara itu, di negara-negara lain yang telah berangsur pulih, para pekerja kembali masuk kantor. Namun, banyak perusahaan yang kemudian menerapkan sistem kerja hybrid, alias kombinasi WFH dan WFO.

Dikutip dari laman www.mckinsey.com, Senin (17/5/2021),  proporsi yang direncanakan kebanyakan perusahaan adalah 21-80 persen untuk WFO dan sisanya untuk WFH.

Menurut survei yang dilakukan Gartner pada tahun 2020 terhadap 317 pimpinan keuangan, sebanyak 74 persen dari mereka berencana untuk mengubah setidaknya 5 persen dari divisi on-site agar dapat melakukan WFH di masa depan.

Tren baru ini menunjukkan bahwa pertukaran dokumen pekerjaan dan penyimpanan data akan bergantung penuh kepada cloud. Menurut laporan dari laman CIO.com pada 2020, skema WFH membuat 77 persen perusahaan bergantung pada bantuan cloud dalam operasional pekerjaan.

Baca Juga: Fintech Kredivo Umumkan Rencana untuk IPO dan Merger dengan VPCB

Dengan adanya rencana tersebut, pertukaran dokumen pekerjaan dan penyimpanan data akan bergantung penuh kepada cloud. Menurut laporan dari laman CIO.com pada 2020, skema WFH membuat 77 persen perusahaan bergantung pada bantuan cloud dalam operasional pekerjaan.

Kondisi ini yang membuat WFH memiliki dua sisi mata uang. Di satu sisi, keamanan dan kesehatan karyawan bisa dipastikan terjaga, sekaligus produktivitas perusahaan pun meningkat. Namun, di sisi lain keamanan siber perusahaan menjadi lebih rentan.  

Contohnya, di Indonesia. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat ada 88,4 juta serangan siber yang terjadi di Indonesia selama Januari hingga April 2021.

Dilansir dari berbagai sumber, setidaknya terdapat empat tantangan terbesar yang menjadi ancaman bagi keamanan siber di Tanah Air. Menurut laman Fortinet, tantangan pertama yang paling sering terjadi berasal dari aktivitas karyawan.

Baca Juga: Apa saja Kecanggihan Chip Google Tensor yang Dipakai Pixel 6?

Seringnya karyawan mengunduh dokumen atau melakukan berbagai prosedur membuat risiko phising ikut meningkat dan tidak terdeteksi. Begitu pula dengan keamanan jaringan, ketika karyawan berada di rumah, keamanan jaringan yang digunakan tidak akan seketat ketika menggunakan jaringan internal perusahaan.