Selama pandemi COVID-19 berlangsung, sharing economy (ekonomi berbagi) membantu masyarakat khususnya mitra pengemudi online mempertahankan pendapatannya di saat pekerjaan konvensional tidak bisa dijadikan sumber penghasilan utama.
Melihat semakin banyaknya masyarakat yang bergantung pada jasa ojek dan taksi online, perlu diperhatikan pula aspek pemenuhan hak para pengemudi di dalamnya.
Pola kemitraan di industri transportasi online dipandang oleh mayoritas (87%) mitra pengemudi online sudah berjalan baik.
Ada tiga aspek utama yang mendukung pandangan tersebut yaitu fleksibilitas waktu kerja, tingkat pendapatan yang diperoleh, dan jaminan perlindungan dari aplikasi.
Demikianlah hasil temuan survei terbaru dari Research Institute of Socio-Economic Development (RISED) yang bertajuk “Kemitraan Transportasi Daring Selama Masa Pandemi COVID-19”.
Survei tersebut dilakukan kepada 700 mitra pengemudi online roda dua dan roda empat di sepuluh (10) kota yang melibatkan para mitra pengemudi dari Grab dan Gojek dengan metode non probability sampling.
Rumayya Batubara, S.E., M.Reg.Dev., Ph.D, Ketua Tim Peneliti RISED menyatakan “Isu kemitraan di ranah transportasi online ini dalam beberapa bulan terakhir banyak menjadi perbincangan dan perdebatan. Sektor ekonomi digital yang identik dengan konsep sharing economy sering dianggap sebagai sektor yang rentan bagi pekerja. Sebab, hubungan kerja dalam ekosistem sharing economy merupakan relasi kemitraan.”
“Oleh karenanya kami mengadakan survei ini, untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pendapat para mitra. Temuan menariknya adalah mayoritas mitra menganggap hubungan kemitraan mereka dengan perusahaan aplikasi sudah berjalan baik dan unsur-unsur kemitraan seperti yang tercantum dalam undang-undang UMKM sudah terpenuhi,” tambah Rumayya.
Wanita yang juga merupakan Ekonom Universitas Airlangga itu melanjutkan, mayoritas mitra (75%) memilih fleksibilitas waktu kerja sebagai alasan bergabung mitra, dan hampir semua mitra (94%) menganggap fleksibilitas waktu kerja sebagai hal penting.
Ini artinya, mitra transportasi online memiliki alasan khusus dalam memilih pekerjaannya dan mengindikasikan bahwa mereka juga sadar bahwa hubungan kerjanya dengan aplikator berbeda dengan hubungan kerja pada sektor konvensional.
Sehingga, pengaturan kerjasama antara mitra dan perusahaan aplikasi lebih tepat diakomodasi sebagai kemitraan yang telah diatur di dalam Undang-Undang 20 Tahun 2008 tentang UMKM.
Poin yang juga menarik, menurut Rumayya, adalah faktor kedua terbesar yang dipilih oleh mitra sebagai alasan untuk menjadi mitra adalah belum memiliki pekerjaan tetap.
Hal tersebut menunjukkan bahwa bergabung menjadi mitra transportasi online juga dilihat sebagai alternatif sebelum beralih ke pekerjaan lain.
“Unsur fleksibilitas waktu yang menjadi alasan utama mitra terjun di industri ini akan hilang bila pengaturan hubungan kerja dilakukan dengan undang-undang lainnya. Contohnnya: bila hubungan diubah menjadi pekerja-pemberi kerja akan ada peraturan jam kerja yang mengikat dan tidak fleksibel, sedangkan dalam pola hubungan kemitraan mitra memiliki kebebasan untuk menentukan kapan mulai dan selesai beraktivitas” ungkap Rumayya.
Survei juga menemukan bahwa mitra pengemudi transportasi online telah menerima berbagai bentuk bantuan dari perusahaan termasuk bantuan operasional dan pelatihan dan pengembangan. Mayoritas mitra (95%) menganggap bantuan-bantuan tersebut sangat bermanfaat.
Bantuan ini mulai dari voucher potongan harga untuk kebutuhan kendaraan dan paket internet, voucher potongan harga untuk kebutuhan sehari-hari, bantuan donasi selama pandemi COVID-19, pelatihan dan pengembangan keterampilan mitra (daring dan luring), dan asuransi khusus untuk mitra pengemudi daring.
Bantuan-bantuan ini juga termasuk kewajiban perusahaan aplikasi seperti yang disyaratkan oleh UU UMKM.
“Dalam isu kemitraan di ekonomi digital, kami melihat pentingnya peran pemerintah untuk terus memberikan pengawasan dan perlindungan kepada kedua belah pihak. Supaya terjadi hubungan yang saling menguntungkan dan kontribusi positif industri transportasi online tetap bisa dirasakan oleh masyarakat. Apalagi pada masa pandemi sektor ini terbukti telah menjadi safety net bagi pekerja sektor informal” ujar Rumayya.
Tahun lalu, RISED juga telah melakukan penelitian mengenai sistem suspensi di industri transportasi online setelah adanya Permenhub No 12/2019.
Hasil penelitian mengungkapkan mayoritas mitra roda dua Gojek (82%) dan Grab (76%) menganggap sistem suspensi yang ada di perusahaan asal Indonesia itu lebih adil setelah adanya peraturan.
Riset ini dilakukan selama bulan Juni 2021 di 10 kota berikut: Jabodetabek, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Solo, dan Denpasar.
Riset dilakukan menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan dengan margin of error sebesar 4,7%.
Baca Juga: Tantang Grab dan Gojek, AirAsia Luncurkan Layanan Taksi Online
Baca Juga: Dear Mahasiswa Indonesia, Grab Sediakan Program Magang 6 Bulan, nih!