Find Us On Social Media :

Ekosistem Digital Diproyeksi Menanjak, Perusahaan Diimbau agar Tetap Cermat

By Fathia Yasmine, Jumat, 3 Desember 2021 | 21:50 WIB

Ilustrasi digitalisasi

 

Adaptasi platform digital diproyeksi akan terus meningkat hingga 2022 mendatang. Survei e-Conomy SEA 2020 milik Google bersama Temasek Bain & Company mencatat, platform digital tersebut tidak hanya mencakup layanan digital tetapi juga layanan finansial.

Kondisi tersebut membuat banyak perusahaan mulai melakukan percepatan digital. Salah satunya seperti yang dilakukan PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) melalui produk digital seperti BRImo, BRILink, dan BRISpot.

Hal tersebut diungkapkan oleh Head of IT Strategy and Governance Division Bank BRI Shinta Indriyaty dalam webinar Infokomputer di Tech Gathering: Menjawab Tantangan Infrastruktur Digital di 2022, Kamis (2/12/21).

Perkembangan layanan finansial, kata Shinta, diperkirakan akan terus menanjak hingga beberapa tahun ke depan. Sebab, masyarakat kini tidak hanya dimanjakan dengan layanan e-commerce dan transportasi, tetapi juga dengan banyaknya layanan financial technology (fintech).

“Layanan fintech terus menanjak sejak 2019. Sejak pandemi, masyarakat juga diuntungkan dengan adanya layanan finansial. Bisa dari pinjaman (dana) online, asuransi, sampai transfer uang,” kata Shinta.

Baca Juga: Usung Inovasi Terbaru, NetApp Dorong Transformasi Digital di Cloud AWS

Melihat fenomena tersebut, Shinta menyadari bahwa layanan perbankan kini tidak bisa lagi dilakukan dengan mengandalkan peran kantor cabang. Sebaliknya, bank justru harus memanfaatkan ranah digital untuk memenuhi kebutuhan para nasabahnya.

“Bank sudah tidak bisa lagi menggunakan model closed banking yang apa-apa harus lewat kantor cabang. Jadi, sekarang waktunya bank mengoptimalkan layanan ke ranah digital,” tuturnya. 

Untuk memberikan nilai tambah terhadap varian layanan yang dimiliki BRI, Shinta menyebut, perusahaan yang ia naungi memiliki motto atau prinsip “Digital First, Ecosystem First”. Prinsip tersebut kemudian ditransformasikan menjadi model bisnis Hybrid Bank.

“Kami membuat tiga kerangka ekosistem digital, pertama Digitizing Core, Digital Ecosystem, dan New Digital Prepositions,” lanjutnya.

Baca Juga: Nih! Daftar HP Flagship yang Bakal Gunakan Chip Snapdragon 8 Gen 1

Mengingat infrastruktur digital memiliki peran penting dalam kebutuhan bisnis, Bank BRI tidak lupa mengadopsi teknologi hardware dan layanan terkini. Salah satunya dengan memanfaatkan platform cloud sebagai media pengembangan aplikasi.

“Kami mulai mengadopsi infrastruktur TI terkini. Ada juga penggunaan private cloud untuk kebutuhan pengembangan aplikasi. Kami juga menyediakan open API untuk memudahkan integrasi dengan partner,” ungkapnya.

Masa depan cloud

Infokomputer di Tech Gathering: Menjawab Tantangan Infrastruktur Digital di 2022, Kamis (2/12/21)

Menanggapi paparan Shinta, Power Technical Specialist PT IBM Indonesia Christian Suryanto dalam kesempatan yang sama menyatakan bahwa teknologi cloud akan terus populer hingga beberapa tahun ke depan.

Adapun teknologi yang jamak digunakan nantinya adalah Hybrid Cloud. Apalagi, jika mengingat fleksibilitasnya yang bisa diakses dan disesuaikan dengan kebutuhan pengguna.

Cloud itu cenderung fleksibel. Ketika perusahaan butuh resource yang tinggi, cloud bisa menyediakan itu. Sebaliknya, ketika resource tersebut tidak dipakai, perusahaan bisa menurunkan kapasitas tanpa harus berhadapan dengan kerugian investasi,” kata Christian.

Meski begitu, Christian menegaskan bahwa hybrid cloud tetap tidak lepas dari on-premises. Mengutip laporan Forester berjudul “The Key to Enterprise Hybrid Cloud Strategy”, infrastruktur on-premises tetap berperan sebagai bagian dari strategi bisnis yang tidak bisa dipisahkan.

Baca Juga: Ini Harga dan Spesifikasi Samsung Galaxy A13 5G

“Walaupun cloud itu canggih dan fleksibel, on premises tidak bisa dilepaskan begitu saja,” tambahnya.

Berdasarkan survei IDC, kata Christian, hybrid cloud akan tetap mengandalkan tiga hal. Pertama adalah private cloud, kedua adalah public cloud, dan terakhir adalah infrastruktur TI konvensional.

“Meski 90 persen perusahaan akan menggunakan hybrid cloud atau mix of cloud di 2020, tetapi 50 persen responden akan tetap menjalankan pekerjaannya di on-premises,” imbuh Christian.

Pada beberapa kasus, pengembangan aplikasi maupun penyimpanan data dianggap lebih aman dilakukan di on-premises. Untuk data-data sensitif, on-premises juga dianggap sebagai media penyimpanan yang lebih aman dan juga lebih stabil.

Baca Juga: Jadi Certified Partner, AVOW Jangkau 1,5 Miliar Pengguna Huawei Ads

“Perlu diketahui, mengadopsi hybrid cloud harus didasarkan dengan journey. Tidak semua hal yang kelihatannya pas dilakukan di cloud ternyata sesuai ekspektasi. Pun dengan sebaliknya,” lanjut Christian.

Terkait infrastruktur on-premises yang bisa digunakan pada hybrid cloud, Christian menyarankan perusahaan untuk mempertimbangkan penggunaan IBM Power10.

Sebagai perangkat teranyar IBM, Christian mengungkapkan bahwa performa IBM Power10 jauh lebih baik karena pembaruan di dalamnya. Utamanya, dalam hal integrasi dengan Red Hat.

“Red Hat saat ini sudah tergabung dengan IBM, nantinya perusahaan bisa mendapatkan infrastruktur yang sama, baik untuk cloud maupun on-premises,” lanjutnya.

Baca Juga: Xiaomi Luncurkan Redmi Note 10 5G Edisi Khusus Muklay. Harganya?

Dengan adanya integrasi Red Hat, IBM Power10 menjadi salah satu hardware teranyar yang mampu mengakomodasi kebutuhan private cloud, public cloud, dan ekosistem open source.

“IBM Power10 dengan dukungan Red Hat menjadikan perangkat ini memiliki performance yang dua kali lebih tinggi dari perangkat pada umumnya. Kita (IBM Power10) juga bisa memainkan jumlah container yang lebih banyak dalam satu mesin,” ungkap Christian.

Untuk mengakomodasi kebutuhan yang lebih luas, Christian menyebut, IBM Power10 juga dilengkapi dengan layanan Automated with Ansible, IBM Cloud Pak Technology, dan OpenShift.

“IBM Power10 menjadi salah satu contoh produk yang dikembangkan guna menjawab tantangan infrastruktur TI di masa depan,” tutur Christian.

Baca Juga: Google Berikan 10.000 Pelatihan TI Gratis untuk Indonesia

Melengkapi pernyataan Christian, Dept. Head Presales IBM Hardware PT Multipolar Technology Tbk Lindra Heryadi turut mengungkapkan kelebihan IBM Power10. Salah satunya, memiliki kemampuan untuk mengenkripsi dari on-premises menuju cloud atau enkripsi end-to-end.

“Selain unggul dari segi keamanan, IBM Power10 juga sudah memiliki chip untuk artificial intelligence (AI). Meski tergolong baru, teknologi ini mampu memudahkan perusahaan ketika mengadopsi AI sekaligus memangkas biaya operasional lainnya,” ujar Lindra.

Terkait life cycle IBM Power10, perusahaan juga tidak perlu khawatir. Sebab, IBM Power sudah memiliki roadmap yang jelas dan selalu berinovasi setiap 3-4 tahun sebelum muncul teknologi terbaru.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang IBM Power10, Anda dapat menghubungi telemarketing PT Multipolar Technology Tbk melalui WhatsApp di nomor berikut ini 0811-1868-383.