Dalam hal transformasi digital sektor pemerintahan, saat ini administrasi ketatanegaraan Indonesia sudah mulai masuk ke Govt 3.0 atau iGovernment yaitu integrated government yang ditandai dengan tata kelola pemerintahan terpadu, antar silo terintegrasi, dan aktivitas transaksi digital G2G, G2B, G2C, G2E dan E2E makin dinamis.
“Disebut juga ASN 3.0 dimana untuk administrasi pemerintahan data elektronik tertata dalam kebijakan satu data, mindset kolaborasi, validitas data dan informasi relatif menjadi benar akurat lengkap, antar sektor saling “berbicara”, termasuk system to system dengan non-govt, pengambikan keputusan cepat, dan eksekusi keputusan cepat,” jelas Bambang Dwi Anggono, Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan, Kementerian Komunikasi Informatika (Kominfo) RI saat membawakan Pidato Kunci di acara TOP Digital Awards 2021 bertema “Accelerating Digital Transformation in Business & Government” di Jakarta, 21/12/2021, mewakili Menteri Kominfo RI.
Menurut Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan atau eGovernment, kunci utama untuk bisa bertransformasi adalah kepemimpinan maka pimpinan instansi lembaga pemerintahan baik di pusat maupun di daerah harus berani berinovasi.
“Tantangan kita adalah bagaimana menghadirkan Super Apps untuk bangsa ini yang bukan hanya menjadi perannya pemerintah saja, sektor publik saja tetapi sektor privat juga harus berpartisipasi. Sehingga masyarakat Indonesia cukup download satu aplikasi maka seluruh layanan perizinan, lintas wilayah, lintas wilayah administrasi, lintas kementerian, semua dalam satu layanan,” tambah Ibenk, panggilan akrab Bambang Dwi Anggono.
Acara puncak TOP Digital Awards 2021, kegiatan penilaian dan pembelajaran bersama TI Telco Digital, dengan tema “Accelerating Digital Transformation in Business & Government” digelar di Jakarta, 21/12/2021, dengan menerapkan protokol kesehatan ketat pencegahan COVID-19. Kegiatan yang diselenggarakan majalah It Works bekerja sama dengan sejumlah asosiasi Teknologi Informatika (TI) ini bertujuan mendorong transformasi digital di Indonesia.
M. Lutfi Handayani, MM., MBA., selaku Ketua Penyelenggara dan Pemimpin Redaksi majalah It Works, mengungkapkan TOP Digital Awards setiap tahun jumlah pesertanya terus meningkat. “Tahun 2021, yang mengikuti kegiatan ini sebanyak 172 peserta, yang berasal dari instansi dan lembaga pemerintahan serta korporasi bisnis, yang berarti mencatat kenaikan 7,5 persen dibanding tahun 2020 lalu.”
Peraih penghargaan TOP Digital Awards 2021 yang berasal dari instansi dan lembaga pemerintah diantaranya: Kementerian Keuangan; Kementerian Komunikasi dan Informatika; Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Riset Teknologi; Direktorat Jenderal Pajak; dan Pemerintah Kota Tangerang.
Peraih penghargaan yang berasal dari korporasi bisnis diantaranya: Pertamina; Perusahaan Listrik Negara; Pegadaian; Telkom Indonesia; Aero System Indonesia; Jasa Raharja; Wijaya Karya; Bank Negara Indonesia; Badan Standardisasi Nasional; Bank Amar; Bank Central Asia; dan Blibli.com.
M. Lutfi Handayani, MM., MBA., selaku Ketua Penyelenggara dan Pemimpin Redaksi majalah It Works,
Transformasi Pemerintahan
Ada 4 pilar dalam transformasi digital di Indonesia, yang pertama, transformasi infrastruktur digital dimana saat ini beberapa daerah di Indonesia masih belum mendapatkan akses. Kedua, transformasi digital sektor pemerintahan. Ketiga, transformasi digital sektor ekonomi digital. Keempat, transformasi digital masyarakat Indonesia.
“Komitmen Bapak Presiden dan Bapak Menteri Kominfo untuk memastikan bahwa seluruh desa di Indonesia terhubung dengan layanan 4G diperkirakan di tahun 2023. Sehingga harapannya transformasi digital dapat dinikmati oleh seluruh penduduk Indonesia tanpa terkecuali,” kata Ibenk, selaku Direktur eGovernment, Kementerian Komunikasi Informatika (Kominfo) RI
“Terkait dengan ketatanegaraan kita, tentang administrasi negara kita, terkait dengan sistem pemerintahan kita, dan sistem pemerintahan berbasis elektronik maka kalau kita amati sistem administrasi negara tidak kebal terhadap disrupsi,” tambahnya.
Ibenk pun memaparkan faktor yang menyebabkan disrupsi, pertama, Perubahan Politik: Perubahan politik menuju tatanan kenegaraan yang baru; kedua, Perubahan Demografi: Peningkatan kecakapan, lapangan pekerjaan, angka ketergantungan; ketiga, Perubahan ekonomi: Pergerakan poros ekonomi global & nasional, masuknya Indonesia ke G20, perubahan status kemampuan ekonomi masyarakat, inovasi berusaha baru.
“Disrupsi juga dapat disebabkan Perubahan urbanisasi: Desa yang menjadi kota, telenetworking, marketplace; Perubahan Teknologi: Revolusi Industri 4.0, khususnya di bidang TIK; dan Terjadi Bencana Krisis kemanusiaan, bencana alam, termasuk pandemi.”
“Pemerintah sudah mengeluarkan Inpres No. 3 Tahun 2003 tentang e-Government, kita masih mendorong dengan cepat, tetapi ternyata tidak cukup kuat. Yang paling kuat mendorong pemerintah untuk bisa bekerja secara online, secara lebih efektif dan efisien, ternyata bukan presiden bukan menteri, tetapi pandemi. Hal ini menjadi satu tantangan bagi kita semua bahwa ternyata bencana alam pandemi itu juga menyumbang bagi perubahan suatu pola ketatanegaraan. Kita sadar atau tidak sadar, disrupsi sudah terjadi.”
Direktur eGovernment Kementerian Kominfo itu melanjutkan pemaparannya, “Pada hampir semua aspek, teknologi memiliki pengaruh yang sangat signifikan. Kalau kita melihat bagaimana transformasi pemerintahan dari mulai sebelum kita mengenal teknologi informasi dan komunikasi yang kami sebut dengan Government 1.0 dimana TIK belum ada peran disitu, dimana datanya semua manual, bersilo-silo dsb, keputusan diambil secara lambat, ASN menguasai teknologi konvensional, eksekusi keputusan lambat, ego sektoral kental.”
“Kemudian di era tahun 2000-an, muncul Inpres No. 3 tahun 2003 tentang Strategi dan Kebijakan e-Government Indonesia maka Indonesia sudah masuk dalam era e-Government. Dari Government 1.0 menuju Government 2.0, dari Government menjadi e-Government.”
Kemudian berlanjut terjadi eforia dimana semuanya berbelanja infrastruktur. “Belanja infrastruktur yang berlebihan juga ternyata tidak membangun suatu prestasi. Justru terjadi potensi adanya pemborosan atau inefisiensi atau tidak bekerja sama antar sektor,” ungkap Ibenk.
“Dari eGovt, dokumen manual yang dielektronikan, muncullah kesadaran bagaimana kita berkolaborasi antar sektor. Indonesia semestinya sudah mulai masuk dalam iGovt integrated government. Didalam integrated government ini, Perpres SPBE sudah mulai efektif, Perpres Satu Data sudah mulai efektif, antar sektor saling bekerja sama, data kependudukan dipakai dimana-mana, data kesehatan bisa dipakai dimana-mana, Pedulilindungi sudah menghubungkan ribuan titik layanan kesehatan dan sebagainya,” terangnya
Tetapi kita masih punya satu pekerjaan rumah, Ibenk melanjutkan penjelasannya, dimana kita harus mengarah pada Smart Government, bukan hanya sekedar kita punya data elektronik, bukan sekedar data elektronik dipertukarkan antar sektor tetapi kita sudah harus sudah bisa mendorong pada pola pengambilan kebijakan berdasarkan data melalui skema data analytic. Oleh karena itu Bapak Presiden menyampaikan sudah saatnya kecerdasan buatan diterapkan dalam birokrasi.
“Apakah kita sudah siap? Yang kami khawatirkan eforia e-Government di tahun 2003 yang cukup banyak dijawab dengan belanja infrastruktur akan terjadi dengan kebijakan kecerdasan buatan dalam pemerintahan. Sebenarnya solusi yang paling efektif adalah kita melakukan penatakelolaan pemerintahan secara efektif, setelah itu teknologi akan menjadi enabler untuk memudahkan atau mewujudkan harapan Bapak Presiden. Dan saat ini kami bersama tim koordinasi SPBE tengah bekerja keras agar harapan beliau pemanfaatan kecerdasan buatan di Indonesia dalam birokrasi dapat diwujudkan secara lebih cepat,”
Tantangan dalam Transformasi Digital
Menurut Direktur eGovernment Kementerian Kominfo, kunci utama untuk bisa bertransformasi adalah kepemimpinan. “Kalau kita lihat banyak inisiatif e-Government lahir dari seluruh pemerintah daerah. Tetapi kita melihat bahwa kepala daerah-kepala daerah yang menonjol adalah kepala daerah-kepala daerah yang punya keberanian untuk maju, keberanian untuk merubah tatanan yang biasanya menjadi sesuatu yang inovatif. Ini yang menjadi catatan bagi kami semuanya, leadership menjadi penting.”
“Yang tidak kalah pentingnya adalah kita melihat banyak inovasi-inovasi banyak muncul dari instansi-instansi pemerintah, dari lembaga, badan usaha, dari komunitas. Yang menjadi tantangan bagi kita semua adalah bagaimana kita bisa menyatukan inovasi-inovasi itu bukan menjadi silo-silo,” tegasnya.
Kepada hadirin TOP Digital Awards 2021, Ibenk mengatakan, “Kita sering kali berbicara tentang transformasi digital tetapi ternyata dari 3 aspek transformasi digital yaitu people, process, dan technology, yang paling mendesak dan paling kritis untuk kita benahi adalah mindset orang-orangnya. Merubah mindset itu jauh lebih susah, tidak banyak kepala daerah yang ketika bertemu dengan regulasi yang sepertinya bertentangan, itu berani berinovasi.”
“Tantangan kita sekarang adalah bagaimana meneruskan apa yang sudah terjadi saat ini. Kalau kita melihat bagaimana inisiatif sudah muncul, hampir semua pemda punya aplikasi kepegawaian, hampir semua pemda punya aplikasi puskesmas, hampir semua pemda punya aplikasi layanan perizinan. Tetapi yang menjadi tantangan layanan itu masih menjadi silo-silo. Tantangan kita adalah bagaimana menghadirkan Super Apps untuk bangsa ini yang bukan hanya menjadi perannya pemerintah saja, sektor publik saja tetapi sektor privat juga harus berpartisipasi.”
Portal Super Apps Pelayanan Publik dan Administrasi Pemerintahan
Ia kemudian memberikan contoh aplikasi Pedulilindungi yang bisa menghubungkan ribuan titik di seluruh Indonesia, dari sekian banyak aplikasi bisa terhubung dengan Pedulilindungi. “Sekarang kita masih bicara peduli kesehatan, melindungi dari penularan COVID-19, bagaimana bila aplikasi ini kita bawa menjadi Peduli Pendidikan, Peduli Pekerjaan, Peduli Perijinan, Peduli Lingkungan, Peduli Sosial, Dan lain-lain. Bagaimana seluruh ribuan aplikasi yang sekarang ini ada di seluruh Indonesia di seluruh pemerintah bisa terhubung.”
Direktur Government Kementerian Kominfo pun mengungkapkan bahwa Pemerintahan Indonesia sekarang ini, dari 630 instansi pusat maupun daerah, terdapat 2.700 pusat data, ada 27.400 aplikasi aktif yang sekarang dioperasikan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. “Yang namanya aplikasi pengaduan jumlahnya sangat banyak sekali. Tantangan kita sekarang adalah bagaimana masyarakat Indonesia cukup download satu aplikasi maka seluruh layanan perizinan, lintas wilayah, lintas wilayah administrasi, lintas kementerian, semua dalam satu layanan. Tantangan kita adalah bagaimana membongkar batas-batas administratif, batas-batas wilayah yang ada di Indonesia. “
“Sehingga inovasi-inovasi yang muncul harus kita satukan untuk membangun Government Super Apps yang menjadi harapan kita semua. Ini bukan suatu pekerjaan yang mudah. Perlu dukungan agar rakyat kita bisa menikmati satu layanan yang terpadu semudah kita berbelanja di marketplace menggunakan layanan Super Apps yang ada di ojek online, dsb. Hal itu bisa kita lakukan untuk kepentingan pemerintahan, untuk kepentingan pelayanan publik.”
Direktur eGovernment Kementerian Kominfo pun mengharapkan peran serta para pemangku kepentingan untuk mewujudkan hadirnta Super Apps Tidak hanya peran pemerintah saja tapi juga peran dari dunia usaha, dari perbankan, fintech, marketplace, kurir, Digital Signature dari berbagai pihak baik pemerintah dan non pemerintah, Startup (Kesehatan, Pendidikan, dll), Penegakan hukum, Layanan bisnis lainnya menjadi satu hal yang harus kita sinergikan.
“Kalau ini bisa kita lakukan dengan cepat maka Indonesia akan makin Kuat, Indonesia makin Maju. Makin Digital, Makin Maju,” tutupnya.