Find Us On Social Media :

Memahami Peran Brand Suitability di Tengah Lanskap Digital Saat Ini

By Liana Threestayanti, Sabtu, 8 Januari 2022 | 21:10 WIB

Ilustrasi brand, merek

Penulis: Conrad Tallariti, Regional Vice President, SEA for DoubleVerify

Perkembangan media digital dan berbagai kontennya menghadirkan tantangan baru bagi para pengiklan dalam melindungi reputasi brand-nya. Di sinilah dibutuhkan strategi brand suitability dan brand safety.

Dalam lingkungan digital yang serba cepat dan terus berkembang saat ini, brand atau merek menghadapi segudang tantangan yang dapat mengakibatkan konsekuensi berat jika tidak segera ditangani. 

Hal ini terutama terlihat dengan munculnya media sosial dan streaming konten online, yang  memungkinkan sejumlah besar berita untuk didistribusikan secara instan ke khalayak yang besar di berbagai saluran atau kanal, dan platform.

Yang membuat masalah menjadi lebih rumit adalah siklus berita yang semakin tidak stabil yang disebabkan oleh krisis global yang belum pernah terjadi sebelumnya, seperti awal pandemi COVID-19, yang berkontribusi pada peningkatan besar konten yang berpotensi tidak aman atau tidak pantas yang sering kali ingin dihindari oleh merek.

Tantangan Berkembang, Solusi Pun Datang

Dalam laporan terbaru yang diterbitkan oleh IAB, kesesuaian merek (brand suitability) didefinisikan sebagai "membantu merek menghindari konten yang secara spesifik tidak sesuai untuk kepekaan dan nilai unik (dari brand tersebut), tetapi mungkin sesuai untuk merek lain."

Sejak awal, brand suitability telah membuktikan dirinya sebagai versi yang lebih bernuansa daripada pendahulunya, yaitu keamanan merek atau brand safety, yang hanya terlihat untuk mencegah iklan yang umumnya dianggap tidak pantas,apa pun konteksnya. 

Sebuah studi di tahun 2019 yang dilakukan oleh DV dan Harris Poll menemukan, 87% konsumen merasa bahwa merek bertanggung jawab dalam memastikan iklan miliknya berjalan di samping konten yang dianggap aman. Hal ini semakin menggarisbawahi pentingnya melindungi pembelanjaan media di lanskap yang saat ini justru semakin sulit untuk dilakukan.

Dengan menerapkan definisi yang lebih luas dari brand suitability dalam parameter kampanye mereka, pengiklan memiliki fleksibilitas untuk memanfaatkan konteks secara efisien untuk menentukan inventaris yang sesuai dengan merek, memungkinkan kampanye mereka untuk ditingkatkan sekaligus memastikan perlindungan.

Mendorong Brand Suitability di Asia Pasifik

Meskipun dianggap sebagai pasar digital yang sedang berkembang, kawasan Asia Pasifik terus bertransformasi dalam kecepatan yang eksponensial. Merek-merek di Asia Pasifik menunjukkan pertumbuhan luar biasa dalam hal pemahaman, penerapan, dan penggunaan tool brand suitability sehingga menghasilkan peningkatan besar-besaran pada pemblokiran dan tingkat insiden brand suitability secara keseluruhan di kawasan ini.

Menurut DoubleVerify 2021 Global Insights Report, tingkat pelanggaran brand suitability pasca-kampanye di wilayah Asia Pasifik mengalami penurunan sebesar 25 persen pada tahun 2021. Penurunan ini kemungkinan disebabkan oleh penerapan berkelanjutan solusi pre-bid (programmatic) brand safety, yang memberikan kemampuan kepada para pengiklan untuk secara aktif menghindari penempatan iklan yang tidak sesuai sebelum proses penawaran.

Tiga Strategi Jaga Brand Suitability

Inilah beberapa strategi untuk pengiklan yang menginginkan proteksi, dengan skalabilitas, terhadap merek:

Selain meningkatkan pemahaman dan adopsi tool untuk brand suitability, pandemi COVID-19 juga memastikan bahwa para pengiklan lebih menaruh perhatian terhadap hubungan langsung antara pengaturan profil dan kemampuan publisher dalam mengonversi konten berita yang penting menjadi penghasilan (monetisasi). Hal ini mengakibatkan banyak pengiklan menyesuaikan pengaturan/setting mereka agar lebih sesuai dengan siklus berita yang terus berkembang sehingga membantu mengurangi pengeluaran yang sia-sia untuk pelanggaran dan pemblokiran.

Secara keseluruhan, berdasarkan pengamatan kami di pasar digital yang lebih matang, kemungkinan, tingkat pelanggaran (violation rate) di Asia Pasifik akan terus menurun pada tahun 2022, yang pada akhirnya akan sejalan dengan tingkat pasar digital yang lebih matang, seperti EMEA dan Amerika Utara.