Hanya saja, dalam dua tahun ini, penjualan suvenir di TWI tidak semulus beberapa tahun lalu. Banyak baju yang tidak laku terjual, kalung-kalung yang mulai karatan, hingga ulos yang ditutupi tebalnya debu.
Bernat Sibarani, salah satu pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di kawasan TWI mengaku sudah berada diujung tanduk. Usaha penjualan suvenir yang ia miliki hampir tidak bisa diharapkan lagi.
Ia begitu khawatir akan keberlangsungan hidupnya dan keluarga kecilnya. Kebutuhan ekonomi yang kian tak terbendung harganya, begitu mencekik Bernat dalam kehidupan sehari-hari.
“Jujur, kami sebagai pelaku UMKM tidak bisa berbuat banyak, Bang. Bisa makan hari ini saja sudah cukup bagi kami. Pengunjung TWI yang relatif sepi semenjak adanya pandemi membuat kami terlunta-lunta,” ujar Bernat ketika ditemui di lapak miliknya.
Meski Pemerintah Kabupaten Dairi kerap memberikan pelatihan bagi UMKM, tetapi menurut Bernat dan kawan-kawannya, itu semua tak cukup untuk meningkatkan perekonomiannya atau bisa dibilang kurang efektif.
Bernat bercerita, beberapa kali memang mendapat pelatihan untuk berjualan secara online. Namun, setelah dicoba beberapa kali, tidak ada perkembangan signifikan.
“Saya pikir barang dagangan para pelaku UMKM di kawasan TWI ini tidak bisa dijual secara online. Sebab, masyarakat tidak ingin membeli suvenir asli sebuah daerah tanpa langsung mengunjungi lokasi wisatanya. Sehingga, pelatihan ini hanya membuang-buang waktu kami,” katanya dengan nada yang cukup tinggi.
Sehingga, bila boleh memberi saran, Bernat hanya ingin Pemerintah Kabupaten Dairi menggalakan promosi wisata yang ada. Apalagi situasi kian membaik pasca pemberian vaksin Covid-19.
Menurutnya, dengan menggemborkan promosi wisata, TWI dan berbagai objek wisata lain di Kabupaten Dairi dapat bangkit secara perlahan.
Patung Yesus di Taman Wisata Iman (TWI) di Bukit Sitinjo, Kabupaten Dairi.
Digitalisasi Pariwisata
Memiliki luas lahan lebih dari 10 hektar, TWI memiliki akses yang mudah untuk dijangkau oleh wisatawan.