Find Us On Social Media :

5 Tren Teknologi 2022, Investasi Cloud dan AI Pegang Peranan Penting

By Rizal, Kamis, 20 Januari 2022 | 16:00 WIB

Managing Director Oracle Indonesia Davian Omas

3. Pelanggan dan pihak lain akan mengevaluasi perusahaan melalui lensa keberlanjutan (sustainability).

Saat pelanggan membeli barang dan jasa, mengukur calon pemberi kerja dan bahkan berinvestasi di saham, orang-orang dari segala usia akan semakin mengevaluasi rekam jejak dan komitmen keberlanjutan perusahaan kita.

Maka banyak perusahaan mulai melakukan hal yang sama dengan pemasok dan mitra mereka, meminta mereka—dan diri mereka sendiri—bertanggung jawab untuk mengurangi emisi karbon mereka, beralih ke sumber energi terbarukan, mengalihkan limbah dari tempat pembuangan sampah, dan mengadopsi praktik terbaik lingkungan lainnya.

Pada 2022, akan menjadi kewajiban setiap perusahaan untuk menyusun dan menjalankan strategi keberlanjutan yang komprehensif, dimana suatu tatanan tinggi akan membutuhkan kepemimpinan yang lebih terfokus, terutama di APAC.

Sementara Forrester melaporkan bahwa di antara perusahaan Fortune Global 200, 92% di Amerika Utara dan 81% di EMEA telah menunjuk pemimpin keberlanjutan di VP, direktur, atau tingkat eksekutif lainnya, hanya 26% di APAC yang memilikinya.

4. Pengusaha yang tidak menyesuaikan pengembangan karir dan praktik perekrutan mereka dengan dunia pascapandemi akan tertinggal dari mereka yang melakukannya.

Mempekerjakan dan mempertahankan orang-orang yang terampil dan berbakat terus menjadi prioritas No. 1 dari hampir setiap perusahaan, menurut berbagai macam survey yang telah dilakukan.

Namun ‘Pengunduran Diri’ yang dipicu oleh pandemi global menunjukkan bahwa pada tahun 2022 para pemberi kerja akan mendapatkan pekerjaan yang sesuai untuk mereka termasuk lebih proaktif dalam memetakan jalur karier untuk orang-orang perusahaan yang paling berharga dan bersedia mendengarkan kekhawatiran mereka tentang keseimbangan kehidupan kerja, fleksibilitas tempat kerja , dan masalah lainnya.

Memang, laporan AI@Work 2021 oleh Oracle dan Workplace Intelligence menemukan bahwa sebagian besar responden mengatakan pandemi telah menyebabkan mereka merasa "terjebak" dan mendorong mereka untuk memikirkan kembali masa depan mereka.

Di Asia Pasifik, 84% pekerja ingin membuat perubahan karir di tahun depan; 86% pekerja tidak puas dengan dukungan karir atasan mereka, dan 91% dari mereka mengatakan atasan mereka harus berbuat lebih banyak untuk mendengarkan kebutuhan mereka. Selain itu, 93% responden mengatakan pandemi telah membuat keseimbangan kehidupan kerja, kesehatan mental, dan fleksibilitas pekerjaan menjadi prioritas yang lebih besar bagi mereka.

5. Disrupsi rantai pasokan akan menjadi “tidak pernah normal”.

Pandemi terus memaksa perencana rantai pasokan untuk menilai kembali prioritas mereka dan bagaimana mereka menerapkan teknologi manajemen rantai pasokan (SCM) terbaru, karena "tidak pernah normal" menjadi normal baru, tulis pakar rantai pasokan Oracle Eric Domski dan Ryan Sumrak.

Sebagai contoh, dulu sistem inventaris yang "tepat waktu" adalah praktik terbaik pra-pandemi bagi sebagian besar perusahaan, saat ini inventaris dengan "persediaan yang aman"—atau apa yang dikenal sebagai manajemen inventaris "berjaga-jaga"—dianggap sebagai hal yang praktik yang normal saat ini.

Meskipun teknologi rantai pasokan yang tercanggih sekalipun tidak akan sepenuhnya mengantisipasi tingkat guncangan pasar seperti pandemi global, teknologi tersebut dapat membantu perusahaan mengetahui keseimbangan stok pengaman yang tepat.

Ketika perilaku pembelian orang bergeser—terutama dari saluran fisik ke saluran online—perusahaan perlu mengidentifikasi dan bereaksi terhadap perubahan tersebut dan merencanakan “efek domino” di seluruh pabrik, pusat data, dan rantai pasokan yang diperluas, kata para pakar Oracle.

“Sekaranglah waktunya untuk sepenuhnya memanfaatkan solusi perencanaan rantai pasokan Anda untuk mensimulasikan semua kemungkinan skenario dan menghasilkan perkiraan yang lebih baik dalam memprediksi pola permintaan global yang selalu berubah,” tulis mereka.

Dengan mempertimbangkan prioritas utama ini dalam konteks dampak bisnis, peluang dan tantangan, maka bisnis di Indonesia akan lebih mampu meningkatkan produktifitas mereka dan membantu menggiatkan kembali perkoniman nasional yang baru.