Prioritas lain yang saat ini dikejar oleh DTO Kementerian Kesehatan RI adalah mengembangkan ekosistem layanan kesehatan. Hal ini didasari fakta, Indonesia masih memiliki keterbatasan di sisi fasilitas maupun tenaga kesehatan.
Layanan telemedicine pun menjadi bagian penting rencana ini. Namun untuk menjaga kualitas layanan, Kemenkes RI mendesain kebijakan berbasis regulatory sandbox; mirip seperti yang dilakukan OJK untuk mengembangkan ekosistem fintech.
Pada konsep regulatory sandbox ini, penyelenggara layanan kesehatan mengembangkan dan menjalankan layanannya dengan pengawasan langsung dari tim Kementerian Kesehatan. Tim ini nantinya akan menilai, apakah penyedia layanan tersebut menjalankan layanannya sesuai standar yang telah ditetapkan. “Mulai dari data security, akurasi, SLA, dan lain sebagainya,” ungkap Setiaji.
Saat ini, pendekatan regulatory sandbox sedang diuji coba untuk penyedia layanan penyakit malaria. Ada 16 penyedia layanan yang saat ini sedang ditinjau, seperti Simantri Sehat (layanan telehealth malaria) dan Alvori (tes cepat malaria menggunakan AI). Di periode Februari-Mei 2022 ini, seluruh layanan tersebut melakukan uji coba layanan langsung ke masyarakat.
Rencananya pada Juni 2022 nanti, akan ada pengumuman layanan kesehatan mana saja yang mendapat lisensi untuk menjalankan layanannya. Dan jika uji coba ini berhasil, pendekatan sandbox ini akan dikembangkan ke layanan kesehatan lainnya.
“Harapan besarnya, semua inovasi ini akan membuat pelayanan kesehatan di Indonesia bisa semakin baik,” Setiaji (Chief Digital Tranformation Office Kementerian Kesehatan)
Semua rencana DTO Kementerian Kesehatan RI sendiri bisa dilihat pada buku biru yang telah dirilis tahun lalu. Jika ditilik, ada banyak rencana besar di sana. Tantangan pun tidak sedikit. Namun Setiaji berharap, DTO Kementerian Kesehatan RI bisa mendorong layanan kesehatan yang lebih baik.
“Dan bisa menjadi contoh sektor layanan dasar lainnya dalam mewujudkan kebijakan berbasis satu data,” tambah Setiaji.