Pemilik toko online sering kali kesulitan menemukan ruang untuk menyimpan barang dagangan. Crewdible mencoba mengatasi masalah ini dengan menghubungkan pemilik ruang dan pemilik barang.
Sekitar tahun 2016, Dhana Galindra menjalani dua kehidupan. Yang utama adalah menjadi karyawan, sementara sampingannya berjualan di toko online. Namun ketika bisnis toko online-nya kian berkembang, Dhana merasa keteteran dalam mengirim barang. Tak habis akal, ia pun menitipkan barang dagangannya kepada ibu-ibu yang tinggal dekat kantor-kantor penyedia jasa logistik. Ketika ada pesanan, Dhana cukup memberitahu ibu-ibu tersebut yang kemudian akan membantu mengirimkan barang ke pemesan.
Ketika itu, semua dilakukan secara manual dan hanya bermodalkan kepercayaan saja. Setelah berjalan sekitar enam bulan, Dhana pun terpikir mulai membangun sistem. Sistem ini berfungsi memudahkan Dhana mengecek stok barang, transaksi, dan komisi secara real-time. Ternyata sistem ini menarik perhatian pemilik toko online lain, yang mendorong Dhana merilis layanan Crewdible pada Mei 2017.
Bisnis Crowdsourcing Gudang
Pada prinsipnya, Crawdible adalah layanan fulfillment untuk pemilik toko online kelas kecil dan menengah. Di satu sisi, pemilik toko online akan dibantu dalam proses simpan, kemas (packaging), dan pengiriman oleh pihak ketiga. Pihak ketiga di sini adalah pemilik ruang atau gudang kosong akan mendapatkan komisi dari setiap transaksi barang yang mereka simpan.
“Dengan menawarkan service fulfillment (penyimpanan, packaging, & pengiriman), kami mencoba memberikan kemudahan kepada pemilik online shop agar tidak lagi menghabiskan waktu berjam-jam setiap harinya untuk keperluan operasional” ungkap Dhana. Dengan begitu, para seller pun bisa lebih fokus mengembangkan bisnisnya tanpa perlu direpotkan dengan operasional sehari-hari.
Dengan model bisnis seperti ini, peran pemilik gudang pun menjadi krusial. Ini karena pemilik gudang memiliki tiga tugas utama, yaitu menyimpan barang, melakukan packaging ketika ada transaksi, serta mengirimkannya melalui kurir yang ditentukan oleh customer.
Tak heran jika Crewdible sangat selektif memilih mitra pemilik gudang. Prosedurnya meliputi proses assessment dan verifikasi tempat berdasarkan lokasi, pengalaman, dan kapasitas. Crewdible pun akan menerapkan masa percobaan bagi pemilik gudang untuk mengirimkan barang secara rutin selama 1-2 bulan. Jika semua sudah terpenuhi, barulah pemilik gudang tersebut bisa masuk ke jaringan Crewdible.
Dengan syarat yang cukup ketat tersebut, saat ini baru 18 gudang gudang yang siap pakai. Sementara 83 gudang lain masih dalam antrian. Sedangkan di sisi seller sendiri, saat ini sudah ada 90 penjual online yang sudah masuk ke Crewdible.
Karena menyasar seller kelas kecil dan menengah, Dhana menyadari faktor biaya adalah satu hal yang krusial. Karena itu layanan Crewdible tidak membebankan biaya bulanan atau biaya minimum.
Pemilik online shop hanya dikenakan biaya sebesar 3,5% (maksimal Rp10.000) dari nilai transaksi. “Jadi kalau mereka mendapat order dengan harga Rp100.000, maka mereka akan dikenakan biaya Rp3.500 yang dipotong dari saldo seller,” jelas Dhana. Dari fee tersebut, 80% diambil pemilik gudang, sementara 20% sisanya untuk Crewdible. Mengacu pada contoh di atas, berarti pemilik gudang mendapat Rp2.800 untuk pemilik, sementara Crewdible Rp700.
“Dengan menawarkan service fulfillment, Crewdible memungkinkan pemilik toko online untuk fokus mengembangkan bisnis” (Dhana Galindra, founder Crewdible)
Bisnis Model Baru
Dhana mengklaim, bisnis seperti Crewdible ini merupakan bisnis yang baru, khususnya di Indonesia. Begitupun dengan tantangan yang ia temui. “Dengan bisnis model baru (crowdsource), dan layanan (fulfillment) yang belum dikenal masyarakat, tantangan yang paling besar adalah saat menjelaskan apa manfaat dan bagaimana cara kerja Crewdible,” ujar Dhana.
Beruntung, Dhana mengaku tak ada masalah dengan modal untuk mendirikan Crewdible yang yang saat ini memiliki tim berjumlah tujuh orang tersebut. Crewdible mendapatkan modal awal dari penjualan www.leankonsep.com (bisnis pribadi Dhana, red.) dan program CDN (Crewdible Distribution Network).
“CDN ini maksudnya adalah kami membeli barang-barang local brand secara grosir, sehingga mendapat margin yang cukup tinggi” jelas Dhana. Setelah itu, Dhana mendistribusikan produk tersebut ke kota-kota lain yang belum terjamah e-commerce.
Meski masih tergolong bisnis model baru, Dhana mengklaim ada banyak manfaat yang bisa diperoleh melalui Crewdible, seperti kemudahan fulfillment (penyimpanan, packaging, dan pengiriman), distribusi channel, kemudahan retur (pembeli bisa mengembalikan di gudang terdekat), dan sistem sewa menyewa. Dhana menyebut, trend yang mulai diminati di akhir 2017 adalah sewa-menyewa, terutama barang/mainan bayi dan anak-anak yang mahal tapi hanya digunakan sebentar.
Saat ini, Crewdible lebih fokus menggarap seller kecil dan menengah. Namun Dhana memiliki mimpi membawa Crewdible mengarungi ke pasar-pasar yang lebih besar.