Find Us On Social Media :

Kian Marak, Biaya Tebusan Ransomware Diprediksi Melonjak hingga 265 Miliar Dolar AS

By Fathia Yasmine, Kamis, 4 Agustus 2022 | 19:00 WIB

Ilustrasi skema ransomware

Memasuki era digitalisasi, bentuk kejahatan siber pun semakin berkembang. Dulu, kejahatan siber yang paling banyak ditemui adalah penyebaran malware yang merusak sistem operasi perangkat. Kini, kejahatan siber didominasi oleh pencurian informasi dan data sensitif.

Pelaku serangan siber memanfaatkan data korban sebagai alat untuk mendapat keuntungan. Data “disandera” dan pemiliknya diharuskan membayar uang tebusan dalam jumlah besar untuk mendapatkan kembali data penting tersebut. Pelaku serangan siber pun dapat mengambil keuntungan dengan menjual data di forum gelap (dark net).

Pembobolan dan pencurian data telah menjadi isu global yang dihadapi banyak negara, termasuk Indonesia. Pelaku kejahatan siber ini tak hanya menyasar individu, tetapi juga instansi pemerintah dan perusahaan.

Dikutip dari laporan tahunan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) bertajuk “Monitoring Keamanan Siber 2021”, Indonesia menduduki peringkat nomor satu sebagai negara yang mengalami serangan keamanan siber terbanyak, dengan total 1.000.941.603 serangan.

Baca Juga: Samsung Galaxy A13 dan A33 5G Enterprise Edition Resmi Meluncur

Sektor yang kerap menjadi korban kejahatan ini mencakup instansi pemerintahan, pendidikan, kesehatan, dan keuangan, serta e-commerce dan perusahaan swasta. Serangan siber tidak hanya dilakukan melalui penyalahgunaan celah keamanan (SQL Injection), tetapi juga melalui serangan ransomware.

Sebagai informasi, ransomware merupakan perangkat lunak berbahaya (malicious software) yang tersembunyi di dalam tautan atau situs. Ransomware disebarkan melalui pengiriman tautan di surel (e-mail) perusahaan milik karyawan yang telah diincar sistem keamanan datanya.

Apabila korban mengklik tautan yang dikirimkan pelaku, ransomware otomatis akan menyerang sistem komputer dan mengunci seluruh data di dalam sistem tersebut. Pelaku akan membuka kembali akses data tersebut jika korban membayar tebusan dalam bentuk uang digital, seperti Bitcoin.

Selain surel, ransomware juga bisa menyerang dengan perantara lain, misalnya tautan di sebuah laman internet atau aplikasi untuk telepon pintar. Pada beberapa kasus, pemilik ransomware juga kerap mengancam untuk memublikasikan data jika korban tak memberikan uang tebusan yang diminta.

Baca Juga: Bagaimana Cara Ikut Upacara HUT Ke-77 RI Virtual di Istana Merdeka?

Sebabkan kerugian besar

Maraknya serangan siber akibat ransomware dan serangan serupa membuat BSNN mencatat potensi kerugian ekonomi hingga Rp 14,2 triliun. Direktur Keamanan Siber dan Sandi Keuangan, Perdagangan, dan Pariwisata BSSN Edit Prima menyebut, sebanyak 22 persen perusahaan swasta pernah mengalami serangan ransomware.