Cyber security alias keamanan siber menjadi salah satu perhatian penting bagi perusahaan/organisasi guna menjaga data dan perangkat mereka terhindar daripada serangan siber.
Pasalnya ketika perusahaan mengalami serangan siber, biaya yang harus dikeluarkan untuk penanggulangan umumnya lebih mahal daripada pencegahan menggunakan solusi cyber security.
Kini pun semakin banyak perusahaan yang rela meningkatkan spending (pengeluaran) untuk terkait cyber security.
Ambil contoh Bank of America, dikabarkan menghabiskan lebih dari $1 miliar per tahun untuk cyber security.
Kemudian, pada Maret lalu The White House (gedung putih) disebut mengusulkan anggaran $10,9 miliar untuk cyber security, seperti dikutip dari SecurityWeek.
Selain itu, raksasa teknologi Microsoft dan Google juga akan bekerja sama untuk berinvestasi sebesar $30 miliar di bidang cyber security untuk lima tahun ke depan.
Vitaly Kamluk, Director of Global Research & Analysis Team (GReAT) for Asia Pacific (APAC), Kaspersky, saat presentasi di acara Cyber Security Week 2022 di Phuket, Thailand, mengungkapkan bahwa pengeluaran perusahaan terkait cyber security diprediksi akan terus mengalami peningkatan.
“Diproyeksikan bahwa pengeluaran cyber security secara global akan meningkat menjadi $460 miliar di tahun-tahun mendatang, hampir dua kali lipat pengeluaran kumulatif di tahun 2021 dan hampir setara dengan total PDB (produk domestik bruto) negara Thailand saat ini,” kata Kamluk.
Dunia Tanpa Cyber Security
Dalam presentasinya, Kamluk turut memberikan penjelasan mengenai bagaimana jika dunia tanpa ada kehadiran cyber security.
Menurutnya, hal itu tentu dapat dimungkinkan. Namun, Kamluk menyebutkan bakalan ada tiga resiko utama jika dunia tanpa cyber security.
1. Tidak Ada Enkripsi dan Kerahasiaan
Ketiadaan cyber security tentu akan membuka pintu lebar bagi para penjahat siber untuk mengeksploitasi informasi data pengguna di berbagai perusahaan – mulai dari informasi data pribadi, keuangan, kesehatan, perjalanan dan lainnya.
“Kartu perbankan dan kredensial akun Anda dari layanan online tentu akan bisa diekspos ke pengguna jahat (penjahat siber). Mereka juga jadi bisa tahu penghasilan, jumlah tabungan, properti hingga rencana perjalanan Anda,” cetus Kamluk.
Kemudian, resiko lain seperti munculnya cyber-bullies, dan perusahaan dari sektor seperti asuransi berpotensi dapat mengakses informasi data kesehatan Anda dengan mudah.
2. Tidak Ada Kontrol Akses
Dituturkan Kamluk, dunia tanpa adanya cyber security akan turut menghilangkan kontrol akses secara online dalam berbagai hal.
Misalnya, tanpa kontrol akses kegiatan pemungutan suara/survei elektronik, hasilnya akan dapat dicurangi untuk kepentingan seseorang.
Selain itu, akan membuat adanya kemungkinan pembelian palsu, dengan setiap orang dapat mengklaim identitas orang lain untuk membeli dan bahkan mentransfer uang.
“Siapa pun akan dapat mengklaim sebagai Anda atau beroperasi atas nama Anda di dunia online, kemudian dapat membuat kesepakatan dengan orang lain, membeli sesuatu dan mentransfer uang,” ucap Kamluk.
Hal lain yang bisa ditimbulkan dari resiko ini adalah bisnis online yang berpotensi menuju kebangkrutan, dikarenakan akan adanya pembelian palsu, penolakan layanan dan hal lainnya.
3. Tidak Ada Validasi Integritas
Tidak adanya validasi integritas juga akan membuat dampak yang luar biasa bagi dunia.
Contohnya, akan membuat banyak berita dan informasi menjadi sulit dipercaya, dengan berita (hoax) palsu dan disinformasi diperkirakan akan berkembang pesat.
Anda menjadi tidak dapat mempercayai teknologi apapun yang digunakan dan informasi apapun yang Anda baca. Intinya, apapun jadi bisa dipalsukan di dunia tanpa cyber security.
Karena apapun bisa dibuat palsu, sangat tidak mungkin untuk membuat hal seperti bisnis online. Selain itu, dampak lainnya juga akan membuat siapa saja bisa memasang backdoor pada sistem digital apapun.
“Saya melihat dunia tanpa cyber security sebagai distopia digital di mana tidak akan ada yang dapat sepenuhnya memanfaatkan peluang yang dibawa oleh teknologi-teknologi terbaru. Tanpa perusahaan dan solusi yang bekerja untuk melindungi data kita, identitas kita, berita yang kita konsumi, serta aplikasi dan perangkat yang kita gunakan, kita akan dibiarkan sendiri untuk mengarungi risiko dan saya yakin tidak ada yang akan memilih untuk melakukannya. Hidup di dunia yang kacau jika seperti ini (red: dunia tanpa cyber security),” tegas Kamluk.
Berdasarkan data Kaspersky, ada 7,2 miliar serangan siber dari Juli 2021 hingga Agustus 2022.
Masih mengenai risiko, Kamluk juga mengungkapkan dalam presentasinya bahwa dari Juli 2021 hingga Agustus 2022, Kaspersky telah mendeteksi dan memblokir lebih dari 7,2 miliar serangan oleh objek jahat termasuk malware (malicious software) dan konten web berbahaya di seluruh dunia.
Dari Agustus 2021 hingga Juli 2022, APAC (Asia-Pasific) menjadi wilayah yang sangat rentan diserang. Satu dari setiap tiga (35%) deteksi objek jahat yang terdeteksi oleh solusi Kaspersky secara global menargetkan pengguna dari wilayah tersebut.
India, Jepang, Vietnam, Cina dan Indonesia adalah lima negara teratas dalam hal upaya infeksi dari serangan jika berdasarkan data.
Baca Juga: Riset: 2 dari 3 Perusahaan di Asia Tenggara Jadi Korban Ransomware
Baca Juga: Kaspersky: Sebagian Besar Pengguna Android Khawatir Terkait Privasi