Istilah data is the new oil makin lazim terdengar. Seperti minyak mentah, data juga perlu diolah untuk mendapatkan insight agar bisa dimanfaatkan perusahaan untuk memajukan bisnisnya. Namun; pemahaman, strategi, sampai pemanfaatan teknologi digital seperti ML (machine learning) terhadap data; tidaklah sama antara organisasi yang satu dengan yang lain — tingkat kematangan data organisasi yang satu berbeda dengan yang lain. AWS (Amazon Web Services) dengan bantuan Deloitte belum lama ini di Jakarta membagikan sejumlah temuannya mengenai tingkat kematangan data berbagai organisasi di Indonesia. Temuan-temuan tersebut berasal dari laporan bertajuk "Demystifying Data 2022".
Laporan itu sendiri dipesan oleh AWS dan disusun oleh Deloitte Access Economics. Studi yang menjadi dasar Demystifying Data 2022 dilakukan lebih kurang di tujuh negara di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia. Diklaim merupakan studi mengenai tingkat kematangan data yang pertama kali dilakukan Deloitte Access Economics terhadap organisasi-organisasi di Indonesia, AWS melalui Deloitte menyebutkan tingkat kematangan data yang lebih tinggi bisa membantu suatu organisasi mendapatkan penghasilan yang lebih besar.
Khusus di Indonesia, studi yang menjadi dasar Demystifying Data 2022 merupakan survei yang dilakukan AWS melalui Deloitte Access Economics terhadap 523 pejabat senior pengambil keputusan di berbagai organisasi bisnis di Indonesia. Dalam survei tersebut, diukur tingkat kematangan data organisasi responden. Terdapat lima tingkat kematangan data, yakni Dasar, Pemula, Menengah, Tingkat Lanjut, dan Master. Selain itu, terdapat pula enam pilar yang menjadi basis menentukan tingkat kematangan data suatu organisasi, yaitu Data, Strategi, Orang, Teknologi, Proses, dan Pembelajaran Mesin alias ML. Lebih jelasnya bisa dilihat pada Gambar 1.
"Dengan semakin banyaknya, apa ya, peningkatan awareness mengenai teknologi itu sendiri dan juga digitalisasi, semakin banyak company yang mulai realize dan menggunakan data dan analytics untuk bisa memberikan value add di bisnisnya," ujar Gunawan Susanto (Country Manager, Indonesia, Amazon Web Services). Tentunya dengan adanya data analytics ini, mereka dari sisi bisnis melihat bagaimana bisa mereka looking into a better efficiency, bagaimana bisa menggunakan teknologi untuk bisa eksperimen, ataupun memilih business decision misalnya, baik itu mereka mau ekspansi, di area mana, dan how can they actually using this insight to create value for the business itself," tambahnya.
Gambar 1. Salah satu cara penilaian tingkat kematangan data yang digunakan Deloitte Access Economics untuk laporan 'Demystifying Data 2022' yang dipesan AWS.
Masih Dasar Atau Pemula
Berdasarkan Demystifying Data 2022, sebanyak 88% organisasi yang menjadi responden di Indonesia masih berada pada tingkat Dasar ataupun Pemula. Sisanya terdiri dari 7% tingkat menengah, 4% tingkat lanjut, dan kurang dari 1% tingkat Master. Namun, Deloitte mengeklaim tingkat kematangan data para organisasi di Indonesia tersebut masih lebih baik dari sejumlah negara Asia Pasifik lainnya. Seperti telah disebutkan, tingkat kematangan data yang lebih tinggi bisa membantu suatu organisasi meningkatkan pendapatannya. Berdasarkan Demystifying Data 2022, setiap naik satu tingkat pada tangga kematangan data — pada tangga ini Dasar dan Pemula adalah setingkat — bisa menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi 13,8% setiap tahunnya.
Adapun hambatan para organisasi di Indonesia untuk memiliki tingkat kematangan data yang lebih tinggi, setidaknya ada tiga menurut Demystifying Data 2022. Sebanyak 46% organisasi yang menjadi responden di Indonesia mengatakan alat bantu dan teknologi menjadi hambatan utama mereka, 46% menyebutkan kekurangan tenaga dengan keterampilan tinggi untuk posisi data dan analitis telah menghambat mereka, serta 44% berkilah kurangnya cyber security alias keamanan siber dan besarnya risiko data mencegah mereka. AWS melalui berbagai layanan yang ditawarkannya bisa membantu para organisasi di Indonesia mengatasi hambatan-hambatan tersebut.
"Begitu pentingnya kita memahami data, tapi masih banyak hambatan berdasarkan survei yang kita lihat, pertama adalah alat bantu dan teknologi. Ini salah satu bagaimana cloud seperti teman-teman di AWS membantu praktisi-praktisi di lapangan ya, untuk bisa menganalisa data lebih cepat, meng-expedite go to market untuk pemrosesan data, gitu ya," ucap (Rio Ricardo, Direktur Artificial Intelligence & Data, SEA, Deloitte). "Berinvestasi untuk solusi cloud akan membantu bisnis mempercepat tingkat kematangan data mereka dan memperoleh wawasan [insight] berbasis data. Faktanya, bisnis yang sudah menggunakan cloud memiliki peluang 60% lebih besar untuk mengalami peningkatan produktivitas sebagai manfaat penggunaan data dan analitik, dibandingkan dengan bisnis yang belum mengadopsi cloud," sebutnya lagi.
AWS melalui Deloitte pun menyarankan setidaknya tiga hal bagi organisasi di tanah air agar bisa meningkatkan tingkat kematangan data. Pertama adalah melibatkan manajemen puncak untuk meningkatkan investasi strategis dan mendanai kemampuan data. Kedua adalah menarik dan meningkatkan kemampuan para talenta melalui pelatihan dan bimbingan. Ketiga adalah mengembangkan strategi data praktis untuk meningkatkan kualitas data dan kasus penggunaan analitis. Lebih jelasnya mengenai aneka temuan plus berbagai saran yang dibagikan bisa lihat Gambar 2.
Sejalan dengan itu, AWS mengumumkan pula kehadiran AWS Data Lab di ASEAN. AWS menyebutkan AWS Data Lab menawarkan kolaborasi terakselerasi antara konsumen dengan sumber daya teknis AWS untuk membantu konsumen tersebut mengakselerasi inisiatif data, analitis, AI (artificial intelligence)/ML (machine learning), serverless, dan container. AWS Data Lab yang merupakan program gratis ini bisa membantu organisasi yang menjadi konsumen AWS mengakselerasi peningkatan tingkat kematangan datanya. Selain di ASEAN, AWS Data Lab juga tersedia antara lain di Australia, Selandia Baru, Brasil, Korea, Inggris Raya, dan Amerika Serikat.
AWS Data Lab mempertemukan konsumen AWS dengan pakar data AWS untuk memecahkan tantangan data yang kompleks dengan cara yang nyata menggunakan solusi AWS. Dalam skema kolaborasi ini, Arsitek Solusi dari AWS Data Lab dan pakar layanan AWS akan mendampingi konsumen dengan memberikan panduan, berbagi praktik terbaik, dan menghilangkan hambatan teknis. Sebagai hasilnya, konsumen akan mendapatkan sebuah purwarupa yang sesuai dengan kebutuhan mereka, jalur menuju produksi, dan pengetahuan yang lebih dalam tentang layanan AWS.
Gambar 2. Sejumlah temuan dan saran sehubungan tingkat kematangan data dari laporan 'Demystifying Data 2022' yang dibagikan AWS bersama Deloitte.
Salah satu konsumen AWS yang bisa dibilang berhasil meningkatkan tingkat kematangan data organisasinya adalah RupaRupa. Beralamat di www.ruparupa.com, RupaRupa merupakan platform digital untuk grup retail Kawan Lama. Ke depannya RupaRupa berkeinginan untuk menjadi ekosistem. RupaRupa sendiri berdiri pada tahun 2016 dan sejak awal sudah mengolah data untuk mendapatkan insight. Namun, RupaRupa sudah lama ingin meningkatkan perihal pengolahan data dan insight tersebut.
Sebelumnya, RupaRupa mengolah data untuk mendapatkan insight masih per departemen sehingga masih berupa silo-silo. Diakselerasi oleh wabah COVID-19 yang membuat banyak anggota masyarakat Indonesia yang beralih ke belanja secara daring dan mengakibatkan lonjakan data, RupaRupa akhirnya memusatkan perihal data analytics ke dalam satu tim plus menggunakan layanan data analytics AWS. RupaRupa sejak awal berdiri sebenarnya sudah menggunakan layanan AWS untuk berbagai hal, tetapi belum untuk data analytics. Pemusatan para pakar data ke dalam satu tim dan penggunaan layanan data analytics AWS, membuat RupaRupa bisa beroleh insight jauh lebih cepat.
"Jadi 2016 sampai 2019 itu datanya, semua department itu benar-benar silo itu datanya. Jadi kalau boleh dibilang data is the new oil, they create their on oil ya. Jadi yang satu bikinnya oil solar, yang satu minyak tanah, yang satu bensin, akhirnya gak ketemu gitu dan akhirnya mereka punya insight-nya masing-masing. Dan itu sudah berjalan selama tiga tahun, ya mereka kayak berenang di dalam oil-nya masing-masing. And then, the COVID strike, tahun 2020, trus tiba-tiba high volume data-nya masuk karena semua orang pada pindah ke online. Nah, itu yang bikin akhirnya mereka gagap data ya ketika, oh ternyata terlalu banyak and then, oh ternyata oil yang ini beda sama oil yang itu, oil yang ini beda. Makanya di tahun 2021 kita start data analytics project gitu," papar Maulana Christanto (Chief Experience & Analytics Officer RupaRupa) mengenai perjalanan tingkat kematangan data RupaRupa.
"Di 2021 itu jadi, awalnya kita udah punya, ini yang paling pertama nih yang dibutuhkan sama manajemen sebenarnya, real-time dashboard, itu sesederhana itu ya. Kalau dulu mereka pengen tahu 'sales kita berapa?', itu harus nunggu dulu, ditarik dulu datanya, H-1 begitu ya, paling cepat H-1, eh H+1 sorry, Jadi ketika mereka mau do business decision itu, sudah kelewatan," pungkas Maulana Christanto mengenai salah satu milestone perjalanan data RupaRupa yang dicapai berkat bantuan layanan AWS.