Karir Ferry Sutanto sebenarnya sudah cemerlang di Silicon Valley. Selama 10 tahun, ia telah merasakan bekerja di perusahaan teknologi global seperti Redback Network, Ericsson, sampai Cisco. Namun pertemuan dengan seorang teman di tahun 2011 mengubah pandangan Ferry. Ia merasa sudah saatnya kembali ke Indonesia, meski ada skeptisme di sana. “Tidak ada yang setuju [saya pulang ke Indonesia] sih,” ungkap Ferry sambil tertawa.
Tiga tahun pertama di Indonesia, Ferry menjadi Head of Technology Blibli dan bertanggung jawab membangun sistem e-commerce milik grup Djarum tersebut. Setelah itu, pria lulusan University of Texas ini memutuskan untuk membangun perusahaan digital sendiri melalui Gria dan SiCepat Express. Jatuh-bangun ia rasakan saat membangun startup, sampai akhirnya Ferry menemukan dunia yang cocok untuknya, yaitu pendidikan.
Melalui G2Academy, Ferry menemukan jalan untuk menyumbangkan sesuatu bagi negeri ini. “Saya ingin ikut membentuk masa depan Indonesia sebagai digital nation,” ungkap Ferry.
Menyediakan Ekosistem
G2Academy (dengan ‘G2’ sebagai singkatan dari Gifted Geeks) merupakan sebuah perusahaan yang menyediakan platform edukasi dan solusi teknologi digital, penyaluran talenta di bidang teknologi digital, serta platform edukasi umum berbasis Artificial Intelligence. Dengan kata lain, G2Academy memiliki solusi teknologi digital yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Selain mencetak talenta dan solusi yang sesuai dengan kebutuhan industri, G2Academy juga mempertemukan supply dan demand dari sisi talenta digital.
Sejak berdiri empat tahun lalu, G2Academy telah memiliki sekitar 200 ribu alumni. Latar belakang alumni ini pun beragam, seperti SMA/SMK, fresh graduate, maupun sarjana atau magister yang alih profesi ke dunia digital.
Melalui platform edukasi teknologi digitalnya, G2Academy menawarkan berbagai kelas/pelatihan dalam bentuk bootcamp ataupun kursus singkat. Materi utama yang disediakan G2Academy berkisar di area pemrograman seperti web/mobile development, Java, hingga data engineering. Pelatihan sebagian besar dilakukan melalui metode daring dengan durasi antara 12-18 minggu. G2Academy saat ini juga tergabung di program Kartu Prakerja, dengan menawarkan pelatihan singkat untuk pemula seputar desain grafis, pemasaran digital, hingga fotografi.
Selain kelas umum, G2Academy juga menyediakan corporate training bagi perusahaan yang ingin meningkatkan talenta pegawainya. Sekitar 30 perusahaan sudah pernah memanfaatkan jasa G2Academy, seperti AstraPay, DANA Indonesia, atau Telkomsel.
Dari kerjasama dengan beberapa perusahaan tersebut, G2Academy pun melihat peluang kerjasama lebih jauh di area pengembangan produk. “Kami jadi tahu produk digital yang sedang mereka kembangkan, dan bagaimana kami dapat membantu mereka di situ,” tambah Ferry.
Karena itu, pilar bisnis G2Academy saat ini juga mencakup pengerjaan project digital. Saat ini, ada sekitar 100 produk digital yang berhasil dikembangkan G2Academy bersama mitranya. Yang menarik, pengerjaan modul ini pun memanfaatkan talenta yang telah dididik G2Academy selama ini. “Jadi kami membuat ekosistem yang memudahkan sebuah produk diterima di pasar,” tambah Ferry.
Kesuksesan yang diraih G2Academy ini tidak lepas dari pengalaman Ferry sebagai engineer. “Saya sudah di dunia teknologi selama 27 tahun, jadi saya memahami apa yang dibutuhkan seorang developer, baik yang di level fresh graduate, senior engineer, sampai CTO,” tambah Ferry.
Silabus bahan pelajaran disusun sesuai dengan kebutuhan nyata di dunia kerja. Mentor pengajar pun merupakan profesional berpengalaman di bidangnya, sehingga dapat mengajarkan aspek teknis maupun best practice.
Mewujudkan Mimpi
Selama tiga tahun menjalankan G2Academy, Ferry melihat beberapa tantangan dalam mengembangkan institusi edutech di Indonesia. Yang pertama adalah belum meratanya akses internet, sehingga calon pelajar yang bisa mengakses pendidikan online seperti G2Academy menjadi terbatas.
Alasan lain adalah biaya. “Dari 100 orang yang mendaftar, rata-rata 70 orang lulus seleksi awal. Namun dari yang lulus tersebut, yang sanggup membayar sekitar 10 orang saja,” ungkap Ferry.
“Saya ingin memiliki tempat di mana semua orang bisa bekerja dan belajar,”
Untuk menjawab tantangan di sisi biaya ini, G2Academy pun menawarkan beberapa alternatif. Contohnya adalah program SNPL (Study Now Pay Later), ketika pelajar bisa membayar biaya pelatihan setelah mendapatkan pekerjaan. “Namun yang bersedia mengambil program ini juga tidak banyak,” tambah Ferry.
Karena itu Ferry mengusulkan, pemerintah bisa memberikan kelonggaran pajak bagi pelaku industri edutech. Dengan begitu, biaya pendidikan pun bisa ditekan sehingga lebih terjangkau bagi talenta Indonesia yang ingin mengembangkan skills-nya.
Meski banyak tantangan, Ferry meyakini G2Academy akan dapat mencapai mimpinya: membawa talenta Indonesia berbicara di level global. “SDM Indonesia itu sebenarnya pintar-pintar, kita cuma kurang kesempatan untuk berbicara di level yang lebih luas,” tambah Ferry.
Mimpi lain yang juga ingin dicapai Ferry adalah membawa G2Academy ke level yang lebih tinggi. “Saya ingin punya kampus,” tambah Ferry sambil tertawa kecil. “Saya ingin memiliki tempat di mana semua orang bisa bekerja dan belajar,” tambah Ferry.