Adopsi teknologi digital dalam dunia bisnis telah berkembang pesat selama pandemi COVID-19.
Menyongsong 2023, berbagai strategi bisnis harus dilakukan dengan memperhatikan kesigapan, ketahanan, kecepatan dan pengendalian biaya dari perusahaan dengan memilih teknologi digital yang tepat.
Perusahaab/organisasi di beberapa wilayah seperti Asia Tenggara, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru telah menyadari nilai dari data, alur kerja yang cerdas, dan pengambilan keputusan yang lebih bijak seiring dengan mulai terbukanya pasar.
Menurut WEF Report Insight pada bulan Juni 2020 terkait pertumbuhan yang terjadi di Asia Tenggara, kehadiran perusahaan-perusahaan decacorn teknologi dalam negeri di Asia Tenggara dengan nilai masing-masing hingga lebih dari US$10 miliar bersamaan dengan toko-toko tradisional.
President Director, IBM Indonesia, Roy Kosasih, mengatakan, “Di tahun 2023 ini kita bukan lagi baru memasuki era pemakaian teknologi digital dalam dunia bisnis. Namun, bagaimana teknologi itu harus diterapkan untuk mencapai manfaat yang semaksimal mungkin bagi perusahaan. Pelaku bisnis di tahun ini harus berpikir lebih menyeluruh agar selain menunjang performa, perusahaan juga berjalan dengan tujuan yang memiliki dampak positif. Pada tahun ini juga, bisnis akan menghadapi beberapa tren teknologi digital yang muncul.”
Lebih lanjut, IBM Indonesia mengungkapkan beberapa tren teknologi untuk bisnis di 2023. Berikut di antaranya:
1. Otomatisasi yang Tertanam Secara Menyeluruh di Perusahaan Sangat Penting untuk Bisnis
Pemberlakuan otomatisasi secara menyeluruh pada bisnis penting karena masih banyak investasi pada teknologi yang tidak membuahkan hasil disebabkan eksekusi yang dilakukan tidak terintegrasi.
Menurut Technology Leader, IBM Indonesia, Cin Cin Go, “Tercatat bahwa organisasi perlu beralih dari RPA dan otomatisasi berbasis aturan untuk menanamkan kecerdasan di berbagai proses dan tingkat penugasan. IBM percaya, organisasi perlu memulai dengan proses bisnis dan membayangkan kembali bagaimana proses tersebut dapat diterapkan secara optimal dengan mempertimbangkan teknologi yang tersedia.”
2. Kepercayaan Pada Data dan Kebutuhan yang Vital akan Integrasi Tanpa Batas
IBM melihat bahwa hingga saat ini masih banyak perusahaan yang tidak yakin atas data mereka sendiri.
Kebanyakan perusahaan tidak mengukur data yang buruk sejak awal, 60% dari mereka tidak menyadari betapa besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh data tersebut, hingga rata-rata US$15 juta per tahun.
Menurut IBM perusahaan membutuhkan fondasi data yang baik, akurat, arsitektur yang tepat, dan susunan data.
Ada pula sebanyak 60% perusahaan yang tidak tahu seberapa besar biaya data buruk bagi bisnis mereka karena mereka tidak memperhitungkannya sejak dini.
Studi besar lainnya juga telah menemukan dampak moneter yang muncul karena data yang buruk.
Oleh karena itu, bisnis dapat rusak dan menjadi lebih rumit jika dikombinasikan dengan pengadopsian teknologi AI.
Integrasi dan alur kerja di seluruh perusahaan menjadi penting dalam hal aliran data saat dalam skala besar.
IBM percaya apa yang dibutuhkan perusahaan adalah fondasi data yang baik, arsitektur hak data yang akurat, dan struktur data untuk memungkinkan mereka mengintegrasikan semua data dari perusahaan ke dalam aplikasi atau kemampuan yang menghasilkan kartu skor atau laporan berdasarkan kinerja mereka saat ini.
3. Keamanan Siber yang Terpasang dan Terhubung di Seluruh Ekosistem
Terjadi perpindahan tempat kerja secara besar-besaran dengan mode kerja dari rumah dan hybrid pasca-pandemi yang membuat keamanan informasi para pekerja dan proyek dari perusahaan menjadi terancam.
Banyak perusahaan pelayanan kesehatan yang pada akhirnya menerapkan sistem untuk memastikan bahwa mereka benar-benar dapat memeriksa dan mengotentikasi produk.
Tantangan dengan pendekatan ini adalah terbatasnya jumlah pekerja analis keamanan untuk mengelola dan memelihara semua karena kurangnya analis keamanan dan terampil.
Sistem deteksi ancaman menyebabkan kelelahan peringatan dan jadi hanya dapat memilah sebagian kecil dari peringatan.
Untuk itu, pendidikan keamanan siber untuk karyawan di seluruh organisasi sangatlah penting.
IBM meyakinkan bahwa satu-satunya cara organisasi atau perusahaan dapat mengikuti peningkatan jumlah insiden keamanan siber adalah melalui penggunaan AI atau otomatisasi.
Strategi keamanan tanpa kepercayaan dapat membantu organisasi meningkatkan ketahanan dunia maya dan mengelola risiko lingkungan bisnis yang terputus.
Di Amerika Serikat sendiri telah menerapkan strategi federal zero trust architecture (ZTA), yang mewajibkan lembaga untuk memenuhi standar dan objektivitas keamanan siber tertentu pada akhir 2024 untuk memperkuat pertahanan pemerintah terhadap ancaman kampanye yang terus semakin canggih.
4. Keberlanjutan adalah Kewajiban Bisnis
Memahami dampak energi dan karbon dari suatu perusahaan bukanlah hal mudah dan dibutuhkan studi data secara besar.
Inovasi seperti otomatisasi dapat memungkinkan perusahaan untuk membuat barang yang mereka jual dengan input yang lebih sedikit sehingga berdampak pada rantai pasokan dan penggunaan energi.
“Skala data keberlanjutan yang perlu dikumpulkan perusahaan memerlukan bantuan teknologi yang lebih canggih, memahami jejak enegi dan karbon dari aset perusahaan juga dapat menjadi rumit, kami di IBM percaya bahwa teknologi seperti otomatisasi dapat memberikan kemampuan kepada organisasi dan perushaan untuk mendapat lebih sedikit input untuk menghasilkan apapun yang mereka tawarkan,” Cin Cin Go menjelaskan.
Ia menambahkan, “Kami juga mencatat bahwa perusahaan tidak akan mengetahui apa kinerja berkelanjutan mereka kecuali mereka dapat membuat dasar atau landasan dan mengukurnya, karena lebih sedikit input yang dibutuhkan untuk satu unit output, lebih sedikit pula energi yang digunakan sehingga akan menghasilkan lebih sedikit gas rumah kaca”
Sebanyak 44% CEO mengatakan bahwa saat ini mereka tidak memiliki kemampuan untuk menerjemahkan data keberlanjutan menjadi wawasan yang dapat membantu mereka memenuhi target lingkungan.
Untuk itu, IBM menghadirkan solusi seperti Envizi untuk membantu perusahaan mengotomatiskan pengumpulan dan konsolidasi ratusan jenis data di bawah kerangka kerja pelaporan Environmental, Social, and Governance (ESG) yang diakui secara internasional.
5. Tenaga Kerja Digital untuk Masa Depan
IBM meyakini, semakin sedikit orang yang memasuki dunia kerja dan semakin sedikit orang yang memiliki keterampilan yang diperlukan untuk mendorong transformasi digital ke depannya.
Munculnya 'karyawan digital' yang mengandalkan teknologi AI dan otomatisasi terbaru untuk berkolaborasi dengan para pekerja cerdas dan mengotomatisasi tugas-tugas lain untuk meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan mereka.
Dengan begitu, perusahaan perlu meningkatkan dan mengintensifkan pelatihan keterampilan karyawan mereka yang sudah mengetahui budaya dan proses perusahaan mereka.
Cin Cin Go menyebutkan “Untuk mendukung peningkatan keterampilan karyawan digital, IBM menghadirkan program SkillsBuild untuk membantu siswa, pencari kerja, dan organisasi memilih pengalaman belajar yang tepat bagi mereka.”
IBM SkillsBuild dirancang untuk memberi para calon profesional berbagai sumber daya yang kuat tanpa biaya untuk membantu mendorong karir yang lebih baik.
Pada akhir 2022, SkillsBuild telah menawarkan lebih dari 1.000 kelas interaktif terkait keamanan siber, analisis data, komputasi awan, dan disiplin teknis lainnya, serta kelas untuk membangun keterampilan seperti kolaborasi dan presentasi dalam berbagai bahasa secara gratis.
Cin Cin juga menambahkan, “Selain itu, bersama dengan Dicoding School di Indonesia meluncurkan program Indonesia New Collar and Skill Accelerator Center, ditambah juga dengan pengadaan beasiswa dalam berbagai kelas/topik.”
Baca Juga: Profil Roy Kosasih, Presiden dan Direktur IBM Indonesia yang Baru
Baca Juga: Canggih! Smartwatch ini Pakai Artificial Intelligence IBM Watson