Lebih lanjut, Ahmad menjelaskan bahwa Indonesia telah menerapkan teknologi biometrik dalam skala besar, salah satunya data kependudukan nasional yang menyimpan data wajah, sidik jari, dan juga iris.
“Praktiknya dari ketiga data tersebut, wajah adalah yang paling efektif, efisien, dan memiliki tingkat usability (penggunaan) yang tinggi. Untuk meng-capture wajah itu cukup menggunakan kamera, dan kamera itu ada di handphone setiap orang dan dapat digunakan dengan mudah. Kalau menggunakan biometrik fingerprint, kita memerlukan handphone dengan kriteria khusus, yang ada finger scan-nya, apalagi iris,” tutur Taufik.
Pentingnya kehadiran teknologi yang inklusif itu diaminkan oleh Bank Dunia. I Gede Putra Arsana - Senior Financial Sector Specialist World Bank menjelaskan bahwa verifikasi digital identitas telah menjadi salah satu isu penting di berbagai negara.
“Di Bank Dunia, dari berbagai prinsip yang bisa diaplikasikan (terkait identitas digital), ada tiga hal yang penting, yakni inklusivitas, desain aplikasi terkait pelindungan data, dan dari sisi governance atau aturan. Harapannya sih tiga sampai empat tahun ke depan kita bisa melihat digital ID versi Indonesia yang serupa dengan contoh yang punya Singapura,” papar I Gede.
Lebih lanjut, I Gede menjelaskan bahwa di Singapura, 97% penduduk dewasa sudah menggunakan SingPass sebagai digital ID secara online, dengan transaksi sudah lebih dari 300 juta kali dalam satu tahun.
Adanya identitas digital dengan model seperti ini dapat mendorong transformasi digital di berbagai sektor seperti sektor keuangan, sector kesehatan, perpajakan, bansos dan lainnya.
Dalam konteks Indonesia, Bank Dunia menyarankan pentingnya beberapa kriteria identitas digital seperti skalabilitas, privasi data, dan juga tata kelola yang baik.
“Scalable artinya tidak boleh hanya bisa digunakan oleh satu institusi atau satu sektor (saja), tapi bisa digunakan oleh berbagai sektor. Data privacy, memastikan ada elemen consent, jadi pemilik datanya sendiri yang akan menentukan seberapa banyak data yang bisa dikasih dan untuk apa data itu akan digunakan nantinya. Yang ketiga tentu saja harus ada aturan yang cukup melindungi baik dari sisi penggunanya, pemanfaatan datanya, kemudian untuk pertukaran datanya,” tutup I Gede.
Baca Juga: Identitas Digital VIDA Dukung Digitalisasi Bank Perkreditan Rakyat