Find Us On Social Media :

Alasan Pemerintah Nilai Kehadiran Badan Pengawasan AI Belum Dibutuhkan

By Adam Rizal, Minggu, 23 Juli 2023 | 11:30 WIB

Ilustrasi Artificial Intelligence (AI)

Perkembangan teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang begitu masif memaksa negara-negara di dunia membuat regulasi dan membentuk badan pengawas karena bisa saja inovasi AI itu dibuat untuk mecelakai manusia.

Namun, pemerintah Indonesia menilai pembentukan badan pengawasan AI belum diperlukan.

Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria menilai saat ini Indonesia belum membutuhkan badan yang mengawasi penggunaan AI karena AI merupakan bagian dari perkembangan teknologi yang tak dapat dihindari.

“Tidak perlu ada (badan) pengawasan karena ya dia bagian dari tekonologi yang terus berkembang,” kata Nezar usai acara bedah buku di kawasan Cikini, Jakarta Pusat.

Nezar mengatakan penggunaan AI bisa menguntungkan atau sebaliknya menjadi ancaman. Di satu sisi, AI banyak membantu pekerjaan yang tak mampu dilakukan manusia tetapi AI juga dapat menggantikan posisi manusia pada pekerjaan-pekerjaan tertentu.

“Misalnya saja sekarang konsultan komunikasi untuk membuat satu strategi matketing, AI bisa membantu,” ucap Nezar seperti dilansir Kompas.com.

Sejauh ini, kata Nezar, yang perlu diwaspadai dari penggunaan AI ialah sisi etika. Sebab, AI mungkin menimbulkan dampak negatif seperti plagiasi. Namun, dia menegaskan, AI adalah bagian dari ekosistem digital yang belum memerlukan badan pengawasan tersendiri.

“Yang kita pantau adalah sisi-sisi etisnya,” katanya.

Ketakutan Uni Eropa

Ilustrasi artificial intelligence

Mayoritas perusahaan mengkritisi dan menuliskan nota protes terhadap rancangan undang-undang (RUU) artificial intelligence (AI) di Uni Eropa karena dapat membahayakan daya saing dan kedaulatan teknologi Eropa.

Nota protes itu ditandatangani oleh Yann LeCun, yang bekerja di Meta termasuk para eksekutif perusahaan lainnya seperti perusahaan telekomunikasi Spanyol Cellnex, perusahaan perangkat lunak Perancis Mirakl, dan bank investasi Jerman Berenberg, demikian Reuters melaporkan.