Google akan mengalokasikan dana investasikan sebesar USD20 juta atau Rp306,9 miliar untuk mendukung penelitian dalam pengembangan teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang bertanggung jawab dan memberikan manfaat kepada masyarakat.
Brigitte Hoyer Gosselink (Direktur Dampak Produk Google) mengatakan menyatakan teknologi AI memiliki potensi besar untuk mengoptimalkan kehidupan manusia dan menjadi solusi dalam mengatasi tantangan kompleks.
"AI dapat digunakan untuk mencegah penyakit, meningkatkan produktivitas ekosistem kerja, dan meramalkan bencana alam," katanya seperti dikutip The Register.
Google juga berkomitmen berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk industri, akademisi, pemerintah, dan masyarakat, dalam menangani isu-isu terkait keadilan dan masa depan dunia kerja yang mungkin timbul akibat perkembangan AI.
Dana sebesar USD20 juta yang dialokasikan untuk program Digital Futures Project akan digunakan untuk mendukung penelitian oleh para ilmuwan di luar Google yang mempelajari dampak teknologi terhadap masyarakat, terutama dengan adanya kekhawatiran mengenai potensi pelanggaran terhadap kehidupan manusia oleh robot.
Proyek ini khususnya mencari potensi AI dalam meningkatkan perekonomian, memperbaiki sistem pemerintahan, dan institusi lainnya. Google telah mengalirkan sebagian dari dana tersebut kepada sejumlah lembaga pemikir seperti Aspen Institute, Brooking Institution, Carnegie Endowment for International Peace, Center For New American Security, Center for Strategic and International Studies, R Street Institute, Future of Work (produk MIT), organisasi nirlaba SeedAI, Institute for Security and Technology, serta Leadership Conference Education Fund.
Lawan Deepfake
Resahkan Perempuan, Teknologi Deepfake Bisa Bikin Video Porno Palsu
Google mengembangkan alat terbaru yang SynthID yang mampu memerangi masalah deepfake yang semakin marak akibat kemajuan teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.
Deepfake sendiri adalah gambar palsu yang dibuat oleh AI dan sulit membedakannya dengan gambar asli. SynthID adalah alat yang memasukkan "watermark" digital ke dalam gambar, tidak terlihat oleh mata manusia tetapi dapat dideteksi oleh komputer yang terlatih untuk membacanya.
Google mengklaim bahwa teknologi watermarking ini tahan terhadap gangguan, membantu mengawasi penyebaran gambar palsu dan melambatkan penyebaran disinformasi.
Meskipun generator gambar AI telah ada selama beberapa tahun dan digunakan untuk membuat deepfake, metode yang ada seperti logo pada gambar dan metadata belum cukup efektif karena dapat dipotong atau diedit dengan mudah.
SynthID saat ini hanya tersedia untuk beberapa pelanggan berbayar dari bisnis komputasi awan Google dan berfungsi hanya dengan gambar yang dibuat menggunakan alat pembuat gambar Google, Imagen.
Google menyatakan bahwa penggunaan alat ini masih dalam tahap percobaan, dan tujuannya adalah membantu mengidentifikasi gambar yang dibuat oleh AI dengan mudah.
Metode watermarking yang digunakan oleh Google adalah salah satu usaha perusahaan teknologi untuk mengurangi dampak negatif dari teknologi AI generatif yang semakin meluas.
Perusahaan-perusahaan teknologi lainnya juga berkomitmen untuk menciptakan alat untuk memberi tanda air dan mendeteksi teks, video, dan gambar yang dihasilkan oleh AI.
Microsoft, misalnya, telah bergabung dalam koalisi perusahaan teknologi dan perusahaan media untuk mengembangkan standar umum dalam memberi tanda air pada gambar AI.
Mereka juga sedang meneliti metode baru untuk melacak gambar AI dengan menempatkan tanda air kecil pada gambar yang dihasilkan oleh alat AI mereka.
Saat ini Google SynthID hanya tersedia untuk beberapa pelanggan berbayar dari bisnis komputasi awannya. Dan alat AI ini berfungsi dengan gambar yang dibuat dengan alat pembuat gambar Google, Imagen.
Perusahaan mengatakan tidak mengharuskan pelanggan untuk menggunakannya karena masih dalam tahap percobaan.
"Tujuan utamanya adalah menciptakan sistem di mana sebagian besar gambar yang dibuat oleh AI dapat dengan mudah diidentifikasi menggunakan tanda air yang tertanam," kata Pushmeet Kohli, wakil presiden penelitian di Google DeepMind, laboratorium AI.
Sementara untuk metodenya yakni watermarking, cara tersebut adalah salah satu gagasan yang diusung oleh perusahaan-perusahaan teknologi sebagai cara potensial untuk mengurangi dampak negatif dari teknologi AI “generatif” yang dengan cepat mereka terapkan kepada jutaan orang.
Pada Juli, Gedung Putih mengadakan pertemuan dengan para pemimpin tujuh perusahaan AI paling berpengaruh, termasuk Google dan pembuat ChatGPT OpenAI.
Semua perusahaan berjanji untuk menciptakan alat untuk memberi tanda air dan mendeteksi teks, video, dan gambar yang dihasilkan AI.
Perusahaan teknologi lainnya, Microsoft juga telah memulai koalisi perusahaan teknologi dan perusahaan media untuk mengembangkan standar umum untuk memberi tanda air pada gambar AI, dan perusahaan tersebut mengatakan sedang meneliti metode baru untuk melacak gambar AI.
Perusahaan juga menempatkan tanda air kecil yang terlihat di sudut gambar yang dihasilkan oleh alat AI-nya.
Baca Juga: Elon Musk di Mata Bos ChatGPT, Brengsek Tapi Menarik Perhatian
Baca Juga: Cara Samsung Kalahkan TSMC, Tingkatkan Kapasitas Produksi Chip 4nm