Poltak secara khusus menyarankan untuk meng-infuse AI terlebih dulu di bidang manajemen risiko. “Mengapa? Karena risiko itu adalah sesuatu yang bisa men-justify investasi kita. Sektor keuangan sangat sensitif terhadap reputasi,” jelasnya.
Dalam aktivitas penilaian dan manajemen risiko ini, menurut Poltak, AI dapat dimanfaatkan dalam risk modeling tingkat tinggi, peningkatan akurasi dan kualitas analisis data kompleks, peningkatan kualitas dan risiko kredit, dan manajemen risiko operasional.
Disebut Potak Hotradero sebagai sebuah terobosan, kemampuan mendeteksi fraud dengan AI dapat diterapkan penyedia jasa keuangan dalam analisis data historis dan perilaku, serta pemantaan real time.
“Kemudian ada manajemen portfolio. Jadi beberapa AI saat ini sudah dipakai untuk trading di beberapa bursa saham. Di Bursa Efek Indonesia sekitar 30-40% transaksi itu sebenarnya dihasilkan oleh mesin, itu algoritma trading. Nah, kalau di Amerika malah sudah 90%,” jelasnya.
Di sisi lain, ia juga mengingatkan para pelaku sektor jasa keuangan agar mewaspadai risiko-risiko dari adopsi artificial intelligence. Selain risiko keamanan dan privasi data, penerapan AI di sektor keuangan pun berpotensi menghadirkan risiko bias dan diskriminasi; risiko pendekatan black box; kualitas data yang rendah; kemungkinan serangan baru berbasis AI; dampak terhadap SDM; dan risiko sistemik baru.
“Pemanfaatan AI di sektor keuangan sangat besar dan penting. Nah, tentu kalau AI mau masuk, baiknya dari mana nih? Masuknya dari manajemen risiko,” tegas Poltak Hotradero. Menurutnya, sisi inilah yang dapat menjadi justifikasi pemanfaatan AI karena dapat meningkatkan kualitas manajemen risiko di berbagai lini bisnis.
Selain itu, AI juga dapat membantu para penyedia jasa keuangan untuk menghadirkan layanan dan bisnis baru yang berbasis data dan lebih terpersonalisasi.
Baca juga: Red Hat Bagikan Lima Cara Memanfaatkan AI Generatif untuk Bisnis
Baca juga: Kiat Membangun Strategi Pemasaran Global dengan Bantuan Teknologi AI