Find Us On Social Media :

UPI dan UNPAD Adakan Seminar Tentang AI dan Etika Bersama Yandex

By Rafki Fachrizal, Minggu, 28 Januari 2024 | 11:15 WIB

Ilustrasi AI (Artificial Intelligence).

Pengguna mengandalkan layanan ini, antara lain, untuk menemukan tempat seperti restoran dan toko, dan ulasan pengguna lain membantu mereka memutuskan tempat mana yang akan dipilih.

Namun, ulasan jujur mungkin diselingi dengan ulasan palsu, yang pada akhirnya merusak pengalaman pengguna, sehingga model ML dilatih untuk mengidentifikasi dan melarang ulasan palsu yang diberikan oleh penipu tanpa memengaruhi konten UGC yang jujur.

Co-founder dan CEO LEGIS, Elang Adhyaksa menyampaikan materi berjudul “AI Anxiety”. Menurut Bappenas, 20–45 juta lapangan pekerjaan diperkirakan akan muncul di Indonesia sebagai akibat dari digitalisasi.

Meskipun beberapa pekerjaan memang digantikan atau ditambah oleh AI, namun ada pula pekerjaan-pekerjaan baru yang bermunculan berkat kebangkitan AI.

Hal ini terjadi karena selain efisiensi baru yang dibawanya, AI memaksa kita untuk mengembangkan keterampilan baru dan membuka banyak sumber daya yang baru.

Ia memperkenalkan, sebagai contoh, Legis, yang mengubah cara para profesional hukum melakukan pekerjaan mereka sehari-hari menggunakan alat pencarian dan penjawab berbasis AI.

Menurut Elang Adhyaksa “Manusia tidak akan tergantikan oleh AI. Manusia akan digantikan oleh manusia lain yang menggunakan AI.”

Dosen Departemen Ilmu Komputer Universitas Padjajaran, Dr. Asep Sholahuddin berbicara dengan topik “Pertimbangan Etis (Ethical Consideration).”

Dia memberikan gambaran umum tentang AI dan berbagai subbidang serta aplikasinya, dan berbicara tentang potensi penyalahgunaan.

Ia menyebutkan pedoman nasional etika AI di Indonesia, yang melingkupi inklusivitas, kemanusiaan, keamanan, aksesibilitas, transparansi, dan perlindungan data pribadi, serta usulan strategi untuk mengatasi dampak negatif AI.

Asep Sholahuddin menyatakan bahwa “Dampak negatif AI seperti deepfake atau penipuan chatbot inilah yang menekan kita untuk mengembangkan etika AI. Kita perlu memastikan bahwa teknologi AI dapat dikembangkan dan digunakan secara bertanggung jawab.”

Presiden INAPR sekaligus Dosen Universitas Padjajaran, Dr. Intan Nurma Yulita menyampaikan materi bertajuk “Exploring The Global Experience.”

Ia mengatakan bahwa kolaborasi global dalam penelitian AI sangat penting untuk mengembangkan solusi komprehensif, memanfaatkan keragaman pengalaman dan perspektif lintas budaya untuk mendorong pendekatan inovatif.

Pendekatan kolaboratif ini didorong oleh berbagai keahlian dan pengalaman, tidak hanya mendorong inovasi kreatif namun juga berkontribusi dalam mengatasi tantangan global, termasuk tantangan yang terkait dengan kesehatan masyarakat dan kesenjangan.

Ketua Artificial Intelligence Society (IAIS), Dr. Ir. Lukas berbicara dengan topik “Artificial Intelligence Today (Development of Artificial Intelligence in Indonesia).”

Dia menyebutkan tren masa depan dalam AI, seperti hiper-personalisasi dan analisis prediktif, yang akan membantu bisnis memperkirakan perilaku dan tren pelanggan dengan lebih akurat.

Dr.Ir. Lukas menuturkan “Panduan praktis bagi organisasi untuk menerapkan AI dengan cara yang berpusat pada manusia harus memastikan bahwa keputusan yang dibuat oleh AI harus dapat dijelaskan, transparan, dan adil. Sambil mendukung pertumbuhan dan inovasi ekosistem AI, pemerintah, dunia usaha, akademisi, dan masyarakat sebagai pemangku kepentingan harus mengambil pendekatan yang seimbang dan pragmatis dalam mengatasi implikasi etika dan sosial dari AI.”

Baca Juga: UGM Gandeng Kominfo & Yandex Gelar Seminar Tentang Teknologi AI

Baca Juga: AI & Multinomics Dorong Lompatan Transformatif Sektor Kesehatan