Find Us On Social Media :

Studi Terbaru Beberkan Potensi AI Ungguli Kemampuan Dokter Mata

By Liana Threestayanti, Kamis, 18 April 2024 | 22:13 WIB

AI dapat mengalahkan dokter mata untuk menilai masalah pada mata secara akurat, menurut sebuah studi University of Cambridge.

 

Artificial intelligence (AI) dapat mengalahkan dokter mata dalam menilai masalah pada mata secara akurat, menurut sebuah studi terbaru yang dipimpin oleh University of Cambridge.

Dikutip dari Eureka Alert, pengetahuan klinis dan kemampuan penalaran (reasoning) dari GPT-4 disebut para ahli sudah mendekati kemampuan dokter spesialis mata.

Dalam studi ini, model bahasa besar (LLM) GPT-4 “adu” kemampuan dengan para dokter dalam fase karier yang berbeda, mulai dari dokter muda, magang, sampai dokter spesialis mata.

Setiap tes meliputi 87 skenario pasien tentang masalah spesifik pada mata dan GPT-4 diminta memberikan diagnosis atau saran perawatan dengan memilih empat opsi.

Tes tersebut terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang berbagai macam masalah mata, seperti sensitivitas terhadap cahaya ekstrem, penurunan penglihatan, lesi, mata gatal dan nyeri. 

Pertanyaan-pertanyaan tersebut diambil dari buku teks yang digunakan untuk menguji dokter mata magang. Dan buku teks ini tidak tersedia secara bebas di internet, sehingga kecil kemungkinan kontennya disertakan dalam kumpulan data pelatihan GPT-4.

GPT-4 Ungguli Kemampuan Dokter Muda

Hasilnya, GPT-4 mencetak skor yang secara signifikan lebih baik daripada dokter muda, yang setara dengan dokter umum dalam hal pengetahuan spesialis mata.

Sementara ketika diuji dengan dokter magang dan dokter spesialis mata, GPT-4 meraih skor yang sama. Meski begitu, skor para dokter terbaik tetap lebih tinggi dari model AI.

Dari penelitian ini, para ahli menarik kesimpulan bahwa model-model bahasa besar tidak akan menggantikan para profesional di bidang kesehatan. Namun sebagai bagian dari alur kerja klinis, LLM berpotensi meningkatkan pelayanan kesehatan.

Dr Arun Thirunavukarasu,  penulis utama penelitian ini, menegaskan bahwa di masa depan, perawatan pasien akan tetap menjadi tanggung jawab dokter. 

“Yang terpenting adalah memberdayakan pasien untuk memutuskan apakah mereka ingin sistem komputer dilibatkan atau tidak. Itu akan menjadi keputusan individu yang harus diambil oleh setiap pasien,” ujarnya.