Find Us On Social Media :

Hanya 12% Organisasi RI Siap Hadapi Serangan Siber, Ini Strategi Cisco

By Liana Threestayanti, Jumat, 7 Juni 2024 | 18:30 WIB

Cisco Security Summit di Jakarta memaparkan strategi keamanan, pencapaian inovasi, dan rencana untuk membangun kesiapan keamanan.

Cisco Indonesia baru-baru ini menggelar acara Cisco Security Summit di Jakarta. Acara perdana ini memaparkan strategi keamanan, pencapaian inovasi, dan rencana untuk membangun kesiapan keamanan perusahaan-perusahaan di Indonesia. 

Pasalnya, ada temuan yang menarik dari Cisco Cybersecurity Readiness Index 2024. Yaitu, hanya 12% dari organisasi di Indonesia yang siap menghadapi risiko keamanan siber di tengah perkembangan pesat era digital saat ini. 

Sebagai informasi, ada lima pilar kesiapan yang dinilai dalam indeks ini, yaitu Identity Intelligence, Network Resilience, Machine Trustworthiness, Cloud Reinforcement, dan Artificial Intelligence (AI) Fortification.

Di sisi lain, indeks Cisco ini juga mengungkap fakta bahwa 93% perusahaan masih merasa cukup atau sangat percaya diri dalam kemampuan mereka untuk mempertahankan diri dari serangan siber dengan infrastruktur yang saat ini mereka miliki. 

“Mengapa begitu? Beberapa organisasi merasa demikian (siap) karena mereka telah mengadopsi (solusi), misalnya firewall zero trust, solusi zero trust secure access, dan sebagainya,” ujar Koo Juan Huat, Director, Security, Cisco ASEAN. Namun menurut Koo, keamanan bukanlah tentang satu solusi produk, melainkan benar-benar tentang mengintegrasikan platform dan memandang keamanan secara lebih komprehensif dan holistik. 

Meningkatnya volume dan kompleksitas ancaman telah membuat perusahaan memiliki beragam tools keamanan yang tidak terintegrasi, terlalu rumit, dan tidak sesuai untuk mengatasi serangan yang semakin canggih dan mahal, yang dapat terjadi dari mana saja.

Tak heran jika 33% responden dalam indeks Cisco mengaku memiliki lebih dari 30 solusi keamanan dalam security stack yang mereka operasikan. “Statistik ini menunjukkan bahwa jika kita masih menggunakan metode-metode lama, cara-cara yang sama dengan 10-25 tahun lalu dalam menjaga keamanan, tapi kita berharap hasil yang berbeda, itu tidak masuk akal,” tandas Koo Juan Huat. 

Tawarkan Pendekatan Platform

Marina Kacaribu, Managing Director, Cisco Indonesia menjelaskan tren utama yang mendominasi lanskap bisnis saat ini seperti peningkatan penggunaan aplikasi, kecerdasan buatan atau AI, cara kerja hybrid, serta transformasi jaringan dan cloud. Berbagai tren itu membuat perusahaan semakin sulit dan rumit dalam mengamankan beban kerja yang semakin banyak di ekosistem TI perusahaan.

Sementara Peter Molloy, Managing Director Cybersecurity, APJC menyoroti tantangan keamanan dalam dunia yang sangat terhubung (hyper connected) dan transformasi digital. “Aplikasi yang dulu berada di lokasi lokal kini berpindah ke cloud atau berbasis SaaS, dengan berbagai jalur koneksi yang dapat dikelola oleh teknologi berbeda, menciptakan peluang bagi serangan siber,” jelasnya. 

Ditambah lagi adopsi artificial intelligence (AI) oleh aktor jahat untuk meningkatkan efektivitas kampanye phishing, malware, dan ransomware. Oleh karena itu, Peter menekankan pentingnya pendekatan baru untuk mengatasi tantangan ini.

Cisco merespons tantangan tersebut dan kebutuhan pelanggan dengan pendekatan platform yang "loosely coupled" tapi "tightly integrated". Menurut Peter,  Cisco memahami, setiap organisasi mungkin sudah menggunakan berbagai solusi yang berbeda. “Sehingga Cisco memastikan bahwa platform kami harus memiliki kemampuan mengadopsi, mengintegrasikan, dan memperkaya data dari solusi-solusi tersebut, sehingga memberikan nilai tambah bagi semua pengguna,” tegasnya.