Find Us On Social Media :

Evolusi Jaringan Kabel Bawah Laut agar Menjadi Lebih Sustainability

By Rafki Fachrizal, Selasa, 30 Juli 2024 | 18:45 WIB

Ilustrasi Kabel Bawah Laut.

Tidak banyak yang tahu bahwa kabel bawah laut adalah tulang punggung dari internet. Seiring dengan meningkatnya permintaan dunia akan konektivitas yang lebih cepat dan andal, permintaan terhadap kabel-kabel ini juga akan terus meningkat.

Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, saat ini memiliki sekitar 221 juta pengguna internet, dan diperkirakan akan bertambah menjadi sekitar 270 juta pada tahun 2028.

Hal ini membuat kebutuhan akan konektivitas yang lebih handal dan cepat semakin mendesak. Kabel bawah laut sangat penting untuk menghubungkan lebih dari 17.000 pulau di seluruh negeri.

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah mengalami peningkatan signifikan dalam pemasangan dan pengembangan infrastruktur kabel bawah laut untuk memperkuat konektivitas domestik dan internasionalnya.

Namun, pertumbuhan yang cepat ini tidak datang tanpa kendala. Agar kabel bawah laut dapat mengangkut data dengan sukses di jalur Trans-Pasifik, penguat optik ditempatkan di setiap 80 kilometer untuk meningkatkan daya sinyal optik.

Submarine Line Terminal Equipment (SLTE) Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) yang terletak di darat menampung modem yang mengirim dan menerima informasi melalui jaringan kabel bawah laut.

Penguat optik bawah laut dan SKKL di darat membutuhkan daya listrik, sehingga menciptakan jejak karbon yang perlu dioptimalkan.

Tidak diragukan lagi bahwa kabel bawah laut berperan penting terhadap konektivitas antar benua di seluruh dunia.

Seiring dengan dunia yang semakin terhubung, skala dan signifikansi jaringan kabel bawah laut akan semakin meningkat.

Jadi, apa yang bisa dilakukan untuk memastikan pertumbuhan ini terjadi secara bertanggung jawab dan berkelanjutan?

Jejak karbon tidak bisa tumbuh secara linier dengan pertumbuhan bandwidth

Menurut TeleGeography, pertumbuhan bandwidth global mencapai 23% pada tahun 2023. Di Asia, pertumbuhan ini lebih cepat dari rata-rata global, meningkat sebesar 32%.

Dengan tidak adanya rencana lain untuk menggantikan jaringan kabel bawah laut, industri ini harus terus berinovasi guna menghadapi tantangan unik jaringan bawah laut dan jarak yang jauh lebih panjang.

Jejak karbon dari jaringan kabel bawah laut yang menjadi jawaban atas pertumbuhan permintaan bandwidth yang sedang berlangsung ini tidak dapat diukur secara linier dalam hal konsumsi listrik dari segi sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Sehingga, bandwidth harus melebihi permintaan energi – artinya setiap kabel bawah laut harus menyediakan kapasitas jauh lebih besar daripada energi yang dikonsumsi.

Untuk industri telekomunikasi, ada tiga aspek yang dapat mengatasi permasalahan ini: efisiensi energi, jejak karbon, dan siklus hidup.

Efisiensi Energi

Pelaku industri harus melakukan “bend the curve” guna memastikan pertumbuhan bandwidth global tidak meningkat secara linier dengan energi listrik yang diperlukan untuk menggerakkan jaringan bawah laut yang membawa lalu lintas telekomunikasi.

Sehingga, jejak karbon yang ditimbulkan tumbuh pada tingkat yang lebih lambat dibandingkan bandwidth terkait.

Namun, sekadar “bending the curve” mungkin tidak cukup jika tujuannya adalah mengurangi total energi yang dikonsumsi oleh jaringan kabel bawah laut.

Jika kurva konsumsi energi tidak dilengkungkan pada tingkat yang lebih tinggi daripada pertumbuhan total bandwidth, jejak karbon akan terus meningkat dari waktu ke waktu, meskipun pada laju yang lebih lambat.

Kemajuan SLTE dan teknologi perangkat bawah laut terus berlanjut tanpa henti dengan setiap generasi baru yang menyediakan efisiensi energi yang lebih baik bersamaan dengan peningkatan bandwidth untuk mengatasi pertumbuhan permintaan yang terus berlanjut.

Kabel bawah laut baru yang didasarkan pada Spatial Division Multiplexing (SDM) sedang diterapkan, menawarkan peningkatan signifikan dalam konsumsi energi listrik per bit yang ditransmisikan dengan memungkinkan kapasitas total kabel yang mengangkut informasi mencapai ratusan terabit per detik.

Kapasitas ini berkali-kali lipat lebih besar daripada kabel bawah laut pertama yang didasarkan pada amplifikasi optik EDFA dan teknologi DWDM.

Jejak Karbon

Jejak karbon dari jaringan kabel bawah laut mana pun akan mencakup fase pembuatan, pemasangan, operasi, pemeliharaan, dan siklus hidup akhir.

Fase operasi khususnya melibatkan konsumsi energi listrik yang berkelanjutan dari jaringan kabel bawah laut secara keseluruhan.

Dengan menggunakan teknologi semikonduktor terbaru, pengurangan signifikan dalam konsumsi energi listrik dapat dicapai.

Siklus Umur

Memperbarui kabel bawah laut yang ada adalah metode terbaik dan termudah untuk memperpanjang umur mereka.

Hal itu telah terjadi selama lebih dari satu dekade, sejak teknologi transmisi optik koheren yang revolusioner diadopsi dan disesuaikan dari jaringan darat ke jaringan kabel bawah laut.

Awalnya, teknologi ini memungkinkan operator kabel bawah laut untuk memperbarui saluran 10Gb/s yang ada menjadi saluran 40Gb/s dengan cepat dan hemat biaya tanpa perubahan pada perangkat bawah laut yang ada.

Pergeseran ini menyebabkan peningkatan besar dalam kapasitas total kabel bawah laut yang secara signifikan melampaui kapasitas total desain asli berdasarkan teknologi transmisi optik IMDD (Intensity Modulation Direct Detect) yang pada dasarnya menghidupkan dan mematikan cahaya untuk mewakili digital satu (cahaya menyala) dan nol (cahaya mati).

Waktu transmisi optik deteksi koheren sangat tepat karena transmisi optik IMDD mencapai batasnya – total kapasitas kabel bawah laut ditetapkan tepat pada saat tingkat adopsi Internet melonjak di seluruh dunia.

Permintaan ini akan menciptakan kemacetan bandwidth jaringan bawah laut. Setiap generasi baru dari teknologi transmisi optik koheren menghasilkan peningkatan yang berkelanjutan dalam total bandwidth kabel bawah laut, meskipun semakin lama semakin berkurang seiring dengan tercapainya Shannon Capacity Limit.

Untuk mengakali batasan ini, SDM perangkat bawah laut baru sedang dikerahkan, sehingga meningkatkan siklus hidup aset bawah laut dengan memungkinkan kapasitas total yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam beberapa ratus terabit per detik.

Konsumsi Energi Listrik: Tujuan Desain Optimal

Inovasi SLTE yang berkelanjutan telah secara signifikan meningkatkan efisiensi jaringan kabel bawah laut dengan memungkinkan lebih banyak kapasitas melalui fiber bawah laut yang sama.

Struktur ini berarti bahwa untuk meningkatkan efisiensi dan energi listrik dari waktu ke waktu, inovasi teknologi harus terjadi di SLTE.

Pendekatan ini akan menyediakan pengurangan biaya per bit yang ditransmisikan dan penghematan energi listrik per bit untuk jejak karbon yang berkurang per bit.

Manfaat terus menurunkan konsumsi energi listrik dari jaringan kabel bawah laut telah bergeser dari mengurangi pengeluaran operasional seputar konsumsi energi listrik menjadi menyelamatkan planet dengan mengurangi jejak karbon.

Meskipun keduanya sangat penting, yang terakhir membutuhkan perhatian khusus mengingat realitas perubahan iklim kita.

Lagi pula, keberlanjutan bukanlah sesuatu yang bisa ditawar; itu adalah kebutuhan karena kesehatan planet kita bergantung padanya.

Tidak ada “Plan B” untuk infrastruktur jaringan kabel bawah laut yang kritis karena tidak ada teknologi jaringan lain yang dikenal yang dapat menggantikan jumlah data yang dibawa oleh jaringan kabel bawah laut antar benua dengan skala yang sama.

Konstelasi jaringan berbasis ruang angkasa ini akan melengkapi tetapi tidak menggantikan jaringan kabel bawah laut. Akibatnya, teknologi jaringan kabel bawah laut yang ada harus terus berkembang.

Dengan memanfaatkan strategi-strategi ini, Indonesia tidak hanya berupaya memenuhi kebutuhan konektivitas digitalnya, tetapi juga berkontribusi pada upaya global untuk mengurangi jejak karbon dan mempromosikan sistem yang sustainability (berkelanjutan).

Berinvestasi dalam infrastruktur kabel bawah laut berkelanjutan memastikan Indonesia tetap terhubung secara global sambil melindungi planet kita untuk generasi mendatang.

Penulis: Brian Lavallee, Senior Director, Network Solutions, Ciena

Baca Juga: Karakteristik Semikonduktor untuk Desain Sistem Berkelanjutan