Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menolak melegalkan ojek online sebagai alat transportasi umum. Penolakan ini menjawab tuntutan para pengemudi ojek online yang ingin mempunyai payung hukum seperti taksi online.
Majelis hakim MK yang memutus adalah Anwar Usman, Aswanto, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Maria Farida Indrati, Manahan Sitompul, I Dewa Gede Palguna, dan Saldi Isra. "Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata MK dengan suara bulat dalam laman resminya. Awalnya, Yudi Arianto dan 16 rekan ojek online menggugat UU LLAJ karena ojek online tidak memiliki payung hukum dan tidak dijamin UU. Hal ini berbeda dengan taksi online yang dilindungi UU LLAJ.
"Sepeda motor bukanlah tidak diatur dalam UU LLAJ, sepeda motor diatur dalam Pasal 47 ayat 2 huruf a UU LLAJ. Namun, ketika berbicara angkutan jalan yang mengangkut barang dan/atau orang dengan mendapat bayaran, diperlukan kriteria yang dapat memberikan keselamatan dan keamanan," ujar majelis.
Kriteria kendaraan bermotor untuk mengangkut barang dan/atau orang pun telah ditentukan dalam Pasal 47 ayat 2 huruf b, huruf c, dan huruf d juncto Pasal 47 ayat 3 UU LLAJ. Menurut MK, perlakuan berbeda adalah ketika memperlakukan hal berbeda untuk hal yang sama dan memperlakukan sama untuk hal yang berbeda.
"Dalam konteks yang dipersoalkan para pemohon memang merupakan hal yang berbeda antara kendaraan sepeda motor dan kendaraan bermotor umum untuk mengangkut barang dan/atau orang sehingga, ketika Mahkamah memperlakukan sama untuk hal yang berbeda, Mahkamah melanggar UUD 1945, khususnya Pasal 28I ayat 2," pungkas MK.
MK memiliki beberapa alasan yang membatalkan permohonan ojek online
1. Kendaraan Umum Harus Aman
Dengan konstruksi dasar filosofis UU LLAJ, jenis kendaraan bermotor umum harus mewujudkan keamanan dan keselamatan terlebih yang diangkutnya adalah orang. Pasal 47 ayat (3) UU LLAJ tersebut justru memberikan perlindungan kepada setiap warga negara ketika menggunakan angkutan jalan baik angkutan jalan dengan jenis kendaraan bermotor umum maupun perseorangan.
2. Rekayasa Sosial Berkendara
Pasal 47 ayat (3) UU LLAJ merupakan norma hukum yang berfungsi untuk melakukan rekayasa sosial agar warga negara menggunakan angkutan jalan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan, baik kendaraan bermotor perseorangan maupun kendaraan bermotor umum.
3. Sepeda Motor Bukan Kendaraan Umum
Dengan menggunakan konstruksi berpikir UU LLAJ, sepeda motor memang tidak dikategorikan sebagai kendaraan bermotor penumpang atau mengangkut barang. Pengaturan yang demikian dimaksudkan agar terwujud angkutan jalan yang aman dan selamat bagi pengemudi, penumpang, juga pengguna jalan. Dengan perkataan lain, sepeda motor bukanlah angkutan jalan yang diperuntukkan mengangkut barang dan/atau orang dihubungkan konteksnya dengan Pasal 47 ayat (3) UU LLAJ