Media sosial telah menjadi gaya hidup masyarakat masa kini. Nyaris setiap orang memiliki media sosial baik Facebook, Twitter, Instagram dan layanan sosial lainnya.
Banyak orang menggunakan media sosial untuk menumpahkan ide, gagasan, menjalin komunikasi hingga berjualan. Sayangnya, media sosial menyisakan permasalahan yang berdampak buruk bagi kesehatan mental penggunanya.
Lembaga asal Inggris, Royal Society for Public Health (RSPH) mengungkapkan laporan survei mengenai efek media sosial terhadap kondisi kejiwaan anak-anak muda di usia 14-24.
Laporan yang bertajuk #StatusOfMind itu menggaet 1.479 responden asal Inggris, Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara.
Hasilnya, Instagram merupakan media sosial paling buruk bagi kesehatan mental penggunanya karena menyebabkan tingkat kecemasan, depresi, bullying, dan Fear of Missing Out (FOMO) yang tinggi.
Hampir 63 persen, pengguna Instagram merasakan depresi dibanding media sosial lainnya. Mereka menghabiskan satu jam dalam sehari untuk membuka Instagram.
Hasil riset terkait dampak buruk Instagram
RSPH mengungkapkan separuh responden menganggap Instagram memperparah kecemasan para penggunanya. Bahkan, 7 dari 10 responden mengungkapkan Instagram membuat penggunanya menilai rendah gambaran tubuh mereka sendiri.
Bukan rahasia, gambar-gambar visual yang beredar di Instagram melanggengkan standar ideal bentuk tubuh atau kecantikan.
Aneka iklan melangsingkan tubuh, produk kecantikan, representasi gaya hidup sehat melalui fitness atau diet, serta foto-foto pesohor yang nyaris tanpa cacat cela mendorong sebagian besar anak-anak muda untuk mengimitasinya.
"Instagram dengan mudah membuat para perempuan merasa tubuhnya tak cukup indah. Maka mereka pun menggunakan filter dan mengedit fotonya untuk mengejar kesempurnaan citra tubuh," ujar salah satu survei Instagram.
Tidak hanya citra tubuh, Instagram juga memberikan dampak negatif terhadap kondisi mental seseorang. Foto-foto liburan atau kehidupan malam seseorang juga bisa memicu rasa iri dan perilaku membanding-bandingkan dalam diri para pengguna.
Dampaknya, pengguna menilai hidup sendiri tidak semenyenangkan hidup orang-orang yang muncul di Instagram pun muncul. Di samping itu, banyak pengguna yang cemas takut ketinggalan tren atau FOMO alias fear of missing out seperti dikutip Instagram.
Karena itu, RSPH meminta pembuat media sosial untuk melakukan perubahan dan pengguna media sosial meminta adanya fitur notifikasi jika mereka sudah terlalu lama menggunakan media sosial.
Sean Parker (Presiden Facebook) mengakui media sosial mengeksploitasi kelemahan psikologi manusia.
"Sangat sulit untuk membuktikan bahwa rasa obsesi terhadap tanda likes dan komentar dapat menyebabkan gangguang mental. Solusinya, Anda harus mengurangi durasi waktu menontonnya," ujarnya seperti dilansir Economist.
Pemerintah juga dapat berperan dengan mengajarkan penggunaan media sosial yang aman di sekolah-sekolah.