Find Us On Social Media :

Menakar Peluang Go-Jek ketika Beroperasi di Vietnam dan Thailand

By Wisnu Nugroho, Rabu, 1 Agustus 2018 | 18:17 WIB

Gambaran driver Grab yang sedang beroperasi di Vietnam

Go-Jek akhirnya keluar “kandang”. Akhir Mei kemarin, sang CEO Nadiem Makarim menyebut Go-Jek siap menyambangi empat negara Asia Tenggara. “Konsumen paling bahagia ketika mereka punya pilihan, dan pada saat ini, orang-orang di Vietnam, Thailand, Singapura dan Filipina tidak merasa bahwa mereka mendapatkan cukup banyak pilihan dalam bepergian” ungkap Nadiem.

Agustus ini, Go-Jek resmi hadir di Vietnam, disusul September nanti di Thailand. Agar proses berjalan mulus, Go-Jek akan melibatkan tim lokal di masing-masing negara, bahkan mengganti nama layanannya. Di Vietnam, Go-Jek akan berubah nama menjadi Go-Viet, sementara di Thailand akan menjadi Get.

Ekspansi Go-jek ke negara di luar Indonesia memang sudah lama terdengar. Momentum kian terbentuk setelah Uber memutuskan keluar dari kawasan Asia Tenggara dan melakukan merger dengan Grab.

Praktis, Grab menjadi penguasa pasar ride-sharing di semua negara di Asia Tenggara, kecuali Indonesia. Dominasi Grab pun memancing kekhawatiran pengguna maupun pemerintah beberapa negara seperti Singapura dan Thailand. Dikhawatirkan, monopoli ini akan membuat Grab dapat menekan pasar, termasuk dengan menaikkan harga.

Semua faktor ini membuat ekspansi Gojek menjadi lebih mudah. Dengan menghadirkan layanan saingan, Gojek akan menjadi pesaing serius bagi Grab di kawasan Asia Tenggara. Dana sebesar US$500 juta atau sekitar Rp.7,5 trilyun siap digelontorkan untuk ekspansi ini.

Akan tetapi, bagaimana peluang Go-jek di luar kandangnya?

Vietnam: Turunnya Kualitas

Data yang dirilis Statistika sendiri menyebut, pengguna layanan ride-sharing di Vietnam sekitar 3,2 juta pengguna di tahun 2018 ini, dengan ARPU (Average Revenue per User) di kisaran US$11,6. Di tahun 2018, angka ini akan bergerak ke angka 5 juta pengguna dengan ARPU US$13.

Sepeninggal Uber, seluruh pasar di pasar sebesar itu praktis menjadi milik Grab. Sebenarnya ada Vato, layanan ride-sharing lokal yang hadir sesaat setelah Uber merger dengan Grab.

“Vato awalnya banyak menarik perhatian karena timing-nya, namun ternyata tidak banyak mengubah keadaan” ungkap Matthew Underwood (Managing Director, Matterhorn Communication), yang telah tinggal di Ho Chi Minh City sejak 14 tahun lalu itu. Perusahaan taksi konvensional seperti Vinasun dan Mai Linh sebenarnya juga memiliki layanan on-demand, namun kehadiran Grab berefek besar terhadap keuangan kedua perusahaan ini. Praktis, para pemain konvensional ini tak bisa lagi banyak bermanuver.

Tak heran jika saat ini, konsumen Vietnam sebenarnya menunggu pilihan alternatif. Apalagi sepeninggal Uber, kualitas layanan yang terasa menurun. “Saat ini mendapatkan Grab semakin sulit, driver sering melakukan cancel, dan surcharges (tarif yang naik ketika permintaan meningkat, Red) semakin sering terjadi ” ungkap Matthew.

Ketika Uber masih beroperasi, kelangkaan armada sebenarnya tidak terjadi. Namun kini, seringkali muncul situasi ketika tidak ada driver sama sekali di sekeliling pengguna. “Asumsi saya, Grab tidak bisa menarik dan mempertahankan mantan driver Uber” tambah Matthew. Struktur komisi di Grab yang lebih rendah sering disebut sebagai penyebab utama tersendatnya penggabungan layanan Grab dan Uber di Vietnam.

Dengan beberapa kekurangan tersebut, peluang Go-Jek di Vietnam sebenarnya terbuka meski harus bersiap dengan beratnya tantangan. “Layanan Grab sudah mencapai critical mass yang akan sulit ditembus pemain baru” ujar Matthew mengungkapkan keraguannya.

Untuk berhasil, Matthew melihat langkah paling krusial adalah membujuk driver bergabung ke platform Go-Jek. “Karena meski berhasil menarik perhatian saat dirilis, namun kemudian pengguna kesulitan menemukan driver, layanan baru ini tidak akan dilirik” tambah Matthew.

Untung bagi Go-Jek, saat ini peluang itu ada. “Karena saya perkirakan, masih ada di driver yang siap kembali bekerja [setelah mundur akibat proses merger]” tambah Matthew. 

Sedangkan Kengo Kurokawa, CEO lembaga riset Vietnam, Asia Plus, melihat faktor harga bisa menjadi penentu. “Konsumen Vietnam boleh dibilang price-oriented. Mereka dulu memilih Grab dibanding Uber karena Grab banyak memberikan promo” ungkap Kengo. Karena itu, Kengo menkankan pentingnya Go-Jek menawarkan promo dan tarif kompetitif di awal kehadirannya.

Kengo juga melihat, user experience menjadi faktor yang bisa disasar Go-Jek. “Banyak mantan pengguna Uber yang tidak puas dengan user interface dari aplikasi Grab” tambah Kengo. Beberapa kasus juga menunjukkan, sikap oknum driver Grab yang buruk mulai menimbulkan ketidakpuasan di mata pengguna.

Thailand: Tiga Faktor

Tantangan Go-Jek di Thailand mungkin agak lebih berat, setidaknya jika berkaca pada penuturan Nattamon Bantarng. Karyawati perusahaan multinasional yang rutin menggunakan taksi online ini mengaku pelayanan Grab justru meningkat setelah proses merger dengan Uber. “Driver sangat mudah ditemukan dan banyak promo yang saya tertarik gunakan” ungkap wanita yang akrab dipanggil Yok ini.

Karena sering bepergian ke berbagai negara, Yok sebenarnya juga sering menggunakan Uber. Akan tetapi, Yok melihat Grab memiliki banyak kelebihan. Selain pilihan yang beragam (mulai dari motor sampai mobil), harganya pun lebih transparan. “Harganya sudah tertera sebelum kita memesan kendaraan” ungkap Yok menggambarkan kelebihan Grab.

Ketika ditanya apa yang harus dilakukan agar Go-Jek bisa menjadi pesaing serius Grab di Thailand, Yok menyarankan beberapa hal. “Yang pertama adalah awareness, karena Grab saat ini sudah tersedia di mana-mana” ungkap wanita ramah ini. Merebut perhatian dari pemimpin pasar seperti Grab menuntut Go-Jek harus bisa menunjukkan eksistensinya di mata pengguna Thailand.

Selain itu, Go-Jek juga harus memainkan faktor tarif dan promosi. “Saya sebenarnya tidak terlalu concern dengan tarif, namun terkadang tarif akan menjadi salah satu alasan untuk pindah layanan” tambah Yok. Yang tak kalah penting adalah ketersediaan armada. “Pengguna seharusnya bisa mendapatkan kendaraan dengan cepat dengan pengemudi yang terampil” tambah Yok.

Jika  semua faktor tersebut dipenuhi, bukan tidak mungkin Go-Jek bisa menyaingi Grab dan merebut pasar Asia Tenggara.