Tentu saja hal ini sesuai dengan hukum penawaran yang mengatakan, semakin tinggi harga, jumlah ketersediaan barang atau jasa yang ditawarkan juga akan meningkat. Bagi konsumen kelas atas, harga ponsel yang melambung bukan lagi barang baru.
Mereka paham betul, komponen yang lebih baik, lebih cepat seperti chipset dan kamera membutuhkan biaya produksi yang tidak murah. Biaya lain yang turut memengaruhi produk final adalah penelitian dan pengembangan (R&D) material baru, serta inflasi yang mungkin saja terjadi di luar biaya produksi.
Penciptaan kelas atas baru Namun perlu diketahui bahwa biaya riset dan inflasi bukan satu-satunya alasan mahalnya ponsel high-end. Para vendor sekelas Apple, Samsung dan lainnya yang selalu menaikkan harga ponselnya tiap kali merilis seri baru, dengan sengaja menciptakan kelas konsumen anyar untuk pasar mereka, yakni ultra high-end.
Kelas ini menjadi mesin profit sendiri bagi vendor. Segmen ini rata-rata menggunakan ponsel mereka lebih lama, antara tiga tahun atau lebih. Menurut salah satu analis International Data Corporation (IDC), Anthony Scarsella, meski pengapalan smartphone menurun pada tahun 2018, namun rata-rata penjualannya justru naik.
"Walaupun secara keseluruhan pengapalan smartphone menurun tahun 2018, harga jual rata-rata (ASP) ponsel mencapai 345 dollar AS (Rp 5 jutaan), naik 10,2 persen dari 313 dollar AS (4,5 juta) yang didapat tahun 2017," jelasnya.
Ia menambahkan, bahwa kenaikan harga khususnya terjadi pada jajaran ponsel high-end. Perbandingan yang jelas terdapat pada model ponsel yang sama yang dirilis tahun ini dengan ponsel keluaran dua tahun lalu.
Biaya produksi terus naik Dari tabel di atas, terlihat hanya Google yang menjaga harga Google Pixel tetap berada pada angka 649 dollar AS. Selain Samsung, vendor lain asal Korea Selatan, LG juga terlihat menaikan harga ponselnya.
Menurut senior director global communication LG, Ken Hong, naiknya harga komponen, insentif operator, dan banderol ponsel pesaing yang juga naik menjadi alasan LG ikut mendongkrak harga.
"Faktanya, biaya input juga naik, jadi kami dipaksa mengikutinya," imbuh Hong.
Layaknya barang elektronik lainnya, ponsel juga butuh pasokan komponen lain. Komponen tersebut memengaruhi biaya produksi, yang akhirnya berdampak pada harga jual. Jika diamati, ponsel high-end dalam setahun terakhir banyak yang menawarkan kapasitas RAM dan ROM yang besar. Hal tersebut ternyata berpengaruh pada permintaan storage dan memicu kenaikan harga.
Tingginya permintaan memori akan mendorong pemasok untuk berinvestasi lebih, membangun pabrik lain untuk mencukupi permintaan. Selain memori, smartphone high-end juga bersaing dalam keunggulan kamera.
Tengoklah iPhone X dengan sensor 3D di kamera depan, atau Huawei P20 Pro dengan triple kamera di punggung, tentu memiliki ongkos produksi yang mahal. Belum kemewahan pada desain yang membalut ponselnya dengan bahan keramik atau kaca, dan alumunium untuk bingkai depan.