Pemerintah Thailand tengah menyusun regulasi keamanan siber (cybersecurity) yang belakangan memicu kontroversi. Drafnya dianggap terlalu menguatkan posisi pemerintah dan melemahkan privasi masyarakat.
Salah satu poin dari regulasi itu adalah pembentukan National Cybersecurity Committee (NCSG).
Tim khusus ini diberi otoritas untuk mengakses komputer individu atau perusahaan, serta menyalin informasi di dalamnya.
Bahkan, NCSG boleh meminta individu atau perusahaan untuk menyerahkan informasi pihak lain yang mereka pegang.
Kewenangan NCSG semakin absolut, sebab tindakannya tak membutuhkan perintah pengadilan terlebih dahulu.
Para aktivis dan perusahaan internet mengecam draf tersebut. Menurut mereka, regulasi cybersecurity tak boleh mengorbankan privasi, kebebasan sipil, dan aturan yang berlaku sebelumnya.
US-ASEAN Business Council dan Asia Internet Coalition (AIC) merupakan dua kelompok yang bersuara paling lantang. Keduanya beranggotakan raksasa internet seperti Google, Apple, Facebook, dan Amazon.
“Regulasi ini bisa mendorong perusahaan internet angkat kaki dari Thailand,” begitu pernyataan resmi dari AIC.
Untungnya, pemerintah mau berkompromi dan merevisi drafnya. Setidaknya begitu yang diungkap Deputy Permanent Secretary of the Ministry of Digital Economy Thailand, Somsak Khaosuwan.
“Regulasi akan mengikuti standar internasional. Tim kami yang menggarap regulasi ini tentu akan menyimak isu yang tengah berkembang,” ia menuturkan.
Negara sensor Para aktivis juga khawatir regulasi cybersecurity bakal menegaskan rezim penyensoran di Thailand.
Pasalnya, saat ini saja penyensoran sudah jadi makanan sehari-hari di negeri serumpun tersebut.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR