Sejumlah pelanggan Bolt mengeluhkan tidak bisa melakukan top up (penambahan pulsa) ke nomor mereka, untuk membeli kuota data. Masalah ini ternyata bukan karena layanan Bolt yang sedang bermasalalah.
Saat ini, PT First Media Tbk, sebagai induk perusahaan PT Internux, telah menutup layanan Bolt 4G LTE, baik isi ulang maupun pembelian paket baru.
"Perseroan memutuskan untuk sementara tidak menerima pembelian baru dari pelanggan baik isi ulang (top up) maupun paket berlangganan," demikian bunyi keterangan tertulis dari First Media.
Akun Twitter layanan pelanggan Bolt (BoltCare) pun juga memberikan penjelasan yang serupa.
Penghentian sementara layanan Bolt ini disebabkan karena perusahaan masih menunggu penyelesaian masalah pembayaran tunggakan biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi Bolt.
Saat ini, pembahasannya tengah dibicarakan perusahaan bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Diketahui, PT First Media Tbk dan PT Internux belum juga membayar BHP frekuensi 2,3 GHz yang dipakai oleh Bolt kepada negara, meski masa tenggat 17 November telah lewat.
Jumlahnya mencapai Rp 700-an miliar. Pihak First Media pun mengajukan proposal pelunasan pembayaran kepada Kominfo, dengan skema tertentu, hingga 2020 nanti. Skema pelunasan inilah yang masih dibahas oleh kemenkominfo dan Kemenkeu.
Sembari pembahasan berjalan, layanan Bolt sementara dihentikan. Layanan Bolt dihentikan hingga First Media mendapat arahan dan persetujuan Kemenkominfo untuk mengaktifkan kembali izin frekuensi.
Firts Media mengatakan semua kegiatan dan tindakan Perseroan saat ini dilakukan dengan menempatkan kepentingan pelanggan sebagai prioritas utama.
First Media menekankan, lisensi layanan telekomunikasi nirkabel yaitu Broadband Wireless Access 2,3Ghz untuk Bolt terpisah dari lisensi TV Kabel dan Fixed Broadband Internet berbasis kabel.
Layanannya dioperasikan PT Link Net Tbk dengan menggunakan merek dagang First Media. First Media memastikan bahwa TV kabel dan layanan internet First Media tak terpengaruh masalah frekuensi.
"Layanan tersebut terjamin aman dan tetap beroperasi seperti biasa," tegas First Media.
Kemenkominfo sendiri sebelumnya sudah tiga kali melayangkan surat peringatan maupun teguran informal ke perusahaan-perusahaan yang menunggak utang BHP frekuensi.
Sebagaimana ketentuan Pasal 21 Ayat (1) huruf f Permenkominfo 9/2018 tentang Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio, pemegang izin yang selama dua tahun dari tanggal jatuh tempo tak membayar biaya pengguna memang harus dicabut izin penggunaannya.
Tiap tahunnya masing-masing perusahaan dibebankan biaya penggunaan frekuensi yang paling lambat dibayarkan pada 17 November tiap tahunnya.
Frekuensi 2,3 GHz milik First Media diselenggarakan di Zona 1 yaitu wilayah Sumatera bagian utara, dan Zona 4 di Jabodetabek, dan Banten.
Internux di Zona 4 Jabodetabek dan Banten. Kepala Bagian Bantuan Hukum SDPPI Kominfo Fauzan Priyadhani menyebutkan, perusahaan tersebut telah menunggak biaya penggunaan selama tiga tahun, yakni 2016-2018.
"Tagihan tahun 2018, jatuh temponya Sabtu (17/11) kemarin ya, jadi sekarang tunggakannya untuk tiga tahun, nilai tunggakannya masih harus diperiksa lagi, tapi untuk First Media kurang lebih ada senilai Rp 490 miliar, dan Internux Rp 438 miliar," kata Fauzan.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR