IDC Indonesia melaporkan mayoritas perusahaan di Indonesia belum menerapkan teknologi digital untuk jangka panjang. Hal itu dibuktikan dari survei IDC terhadap 100 perusahaan dari 16 industri berbeda pada tahun lalu.
Hasilnya, hanya 30,8 persen responden yang sudah menerapkan teknologi digital secara jangka panjang atau digitally determined.
Dari 30,8 persen responden, hanya 2,5 persen yang sudah mengubah model bisnisnya dengan mentransformasi pasar dan konsumen dengan teknologi digital. Sisanya, masih berada di tahap integrasi berkelanjutan.
Di luar 30,8 persen responden, ada perusahaan-perusahaan yang belum menerapkan teknologi secara berkelanjutan. Kebanyakan dari mereka melibatkan transformasi digital di dalam strateginya untuk jangka pendek.
Head of Operations IDC Indonesia Mevira Munindra mengatakan industri perbankan menjadi salah satu responden yang paling potensial dalam menerapkan transformasi digital.
"Ketika bicara tentang digital transformation, ketika (para perusahaan) berkompetisi untuk menciptakan hal baru, maka itu pasti akan membutuhkan digital determination, yaitu suatu karakteristik yang dimiliki oleh suatu perusahaan untuk transform," ujarnya.
Mevira mengatakan perusahaan yang tergabung dalam digitally determined memiliki beberapa kriteria, salah satunya strategi digital yang menyatukan aspek teknologi informasi dengan digitalisasi.
"Digital transformation itu adalah corporate strategy. Jadi, salah satu elemen yang kami lihat dimiliki oleh digitally determined enterprise adalah one single corporate strategy," kata Mevira.
Selain itu, perusahaan yang digitally determined juga telah melakukan investasi jangka panjang, memberikan informasi mengenai transformasi digital ke manajemen, serta memiliki platform digital tunggal yang mengintegrasikan seluruh unit bisnisnya.
"Ini (digitally determined) masih belum ditemukan di banyak perusahaan di Indonesia," pungkasnya.
Aplikasi Tumbuh 15 Persen
IDC memperkirakan bahwa jumlah pengembang aplikasi di Indonesia akan tumbuh sebesar 15 persen pada 2024 mendatang karena makin banyaknya institusi-institusi yang memberikan edukasi mengenai pengembangan aplikasi.
Salah satunya adalah Apple Developer Academy di Green Office Park, BSD City, Tangerang Selatan yang diresmikan tahun lalu. Ini merupakan akademi pengembang aplikasi perdana yang didirikan Apple di Asia Tenggara.
Dalam menghadirkan sekolah bagi para developer di Tanah Air, perusahaan asal Cupertino tersebut menggandeng Universitas Binus.
Perguruan tinggi swasta ini berperan sebagai penyalur awal talenta-talenta muda yang akan belajar membuat aplikasi di sana.
Selain itu, ada juga sekolah coding Binar Academy. Kebetulan, mereka juga membuka kampus barunya di BSD City pada Desember 2018 lalu.
Kehadiran kampus baru Binar Academy di kawasan BSD City menyusul keberadaannya di lokasi lain yakni Yogyakarta. Binar Academy juga sudah melatih komunitas digital di Bandung, Batam, Semarang, Kupang, dan Ambon.
"Perusahaan digital seperti Bukalapak juga sudah mulai masuk kepada ranah pelatihan pengembang aplikasi dan membuka banyak development house di Jakarta, Jogja, Bandung," ujar Mevira di Jakarta.
"Dengan banyaknya transformasi, dengan banyaknya inovasi-inovasi baru, pasti jumlah developer itu juga akan bertambah, dan tentunya akan banyak sekali inisiatif-inisiatif baru dari pemerintah yang juga kami lihat akan terus menambah jumlah developer," pungkasnya.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR