Lee menganggap istilah unicorn mampu menggambarkan obsesi magis para startup yang berburu valuasi hingga miliaran dollar AS. Ditambah kala itu, masih sedikit perusahaan rintisan yang memiliki valuasi 1 miliar dollar AS.
"Mengapa para investor sangat peduli dengan miliaran dollar "exit" (pencairan atas kekayaan)?", tulisnya dalam artikel.
Padahal menurut Lee, secara historis, para pemodal ventura kelas atas berupaya meningkatkan hasil investasi mereka, hanya dari kepemilikan beberapa perusahaan yang telah mereka sokongi dana.
Modal ventura tradisional juga kian meningkat, mensyaratkan pencairan (exit) lebih besar, agar imbal hasil investasinya setinggi modal yang diberikan.
"Misalnya, untuk mengembalikan modal awal 400 juta dollar AS dana ventura, mungkin akan butuh kepemilikan masing-masing 20 persen saham dari dua perusahaan yang berbeda dengan valuasi 1 miliar dollar AS, atau 20 persen dari perusahaan yang memiliki valuasi 2 miliar dollar AS ketika perusahaan tersebut diakusisi atau menjadi publik," terang Lee.
Dari sinilah, Lee bertanya-tanya, seberapa mungkin sebuah startup digital mencapai valuasi 1 miliar dollar AS agar menarik bagi investor.
Kemungkinan yang saat itu masih jarang diperoleh startup, dijadikan alasan Lee untuk menyebutnya "unicorn".
Ia pun tak menampik bahwa istilah itu cukup aneh dan kurang pas.
"Ya, kami tahu istilah "unicorn" tidaklah tepat, unicorn mungkin tidak nyata dan perusahaan-perusahaan itu nyata, tapi kami menyukai istilah itu karena bagi kami, hal itu berarti sesuatu yang sangat jarang dan bersifat magis," paparnya, dikutip Tech World.
Setelah unicorn Istilah unicorn pun dikembangkan menjadi decacorn, untuk menyebut perusahaan rintisan yang memiliki valuasi di atas 10 miliar dollar AS. Ada juga istilah hectocorn untuk menyebut startup dengan valuasi di atas 150 miliar dollar AS.
Dalam skala regional, menurut data Google-Temasek tahun 2018, Asia Tenggara kini memiliki sembilan startup unicorn, empat di antaranya berasal dari Indonesia.
Mereka adalah perusahaan ride-hailing Go-Jek, e-commerce Tokopedia, layanan tiket online Traveloka, dan e-commerce Bukalapak.
Sejauh ini, Asia Tenggara baru memiliki satu startup decacorn, yakni Grab. Isu terakhir yang berkembang, pesaing Grab yakni Go-Jek disebut akan segera menyusul menjadi startup decacorn.
Laporan Tech Crunch menyebut valuasi Go-Jek setelah putaran pendanaan terakhir ditaksir mencapai 9,5 miliar dollar AS (sekitar Rp 134 triliun).
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR