E-sport sebagai sebuah cabang olahraga kini semakin populer. Apalagi sejak menjadi cabor eksibisi di Asian Games 2018 dan akan selanjutnya bakal resmi di Olimpiade Tokyo 2020.
Karena identik dengan gaming, cabang olahraga baru ini identik dengan dunia kaum pria. Mereka memang mendominasi dari banyak hal, mulai dari atlet profesional hingga penonton.
Namun ternyata, menurut lembaga riset pasar Interpret, perempuan kini mulai banyak yang terlibat dalam e-sport, utamanya sebagai penonton.
Pertumbuhan penonton perempuan naik dari 23,9 persen di tahun 2016 menjadi 30,4 persen di kuartal IV-2018.
Kenaikan 6,5 persen ini tergolong tinggi mengingat betapa kentalnya dunia e-sport diasosiasikan dengan dunia pria.
"Mengubah perilaku antara segmen manusia yang luas itu sulit. Kemajuan dalam jumlah ini selalu membutuhkan waktu, sebenarnya, peningkatan gender (6,5) dalam dua tahun terakhir adalah tren yang tepat," ujar Tia Christianson, Vice President Interpret Eropa.
Menurutnya, jika dalam dua tahun mendatang jumlah audiens perempuan bisa menanjak enam persen, bisa dikatakan bahwa penonton e-sport akan seimbang dari segi gender dengan mempertimbangkan alat yang digunakan yakni antara konsol tradisional atau PC.
"Secara industri, kemajuan lebih banyak akan tercipta seiring peran perempuan di game tradisional e-sport yang terus tumbuh," papar Chistianson.
"Kemungkinan besar, kebanyakan pertumbuhan itu akan muncul di genre e-sport non-tradisional, terutama game yang dimainkan di perangkat mobile dan tablet," ujarnya seperti dikutip Venture Beat.
Pertumbuhan penonton wanita meningkat secara konstan hampir di setiap kuartal sejak tahun 2016. Keterlibatan perempuan di dalam dunia e-sport, dibagi Interepret, menjadi tiga.
Pertama, mereka yang juga ikut memainkan game e-sport di konsol atau PC sebesar 35 persen, kedua mereka yang sekadar menonton game e-sport persentasenya sebesar 30,4 persen, dan mereka yang memilih menonton liga e-sport, jumlahnya mencapai 20,3 persen.
Sayangnya, Interpret tidak mengungkap game apa saja yang menarik hati perempuan untuk menonton atau memainkan e-sport. Menurut Interpret, game-game populer kelas berat masih sedikit diminati perempuan.
Misalnya CS:GO, persentase pemain wanita hanya 24 persen, DOTA 2 hanya 20 persen, Hearthstone 26 persen, Rainbow 6: Siege 23 persen, dan Overwatch 26 persen.
Christianson mengindikasikan, kemungkinan game-game yang menarik perempuan adalah game non-tradisional yang mudah dimainkan di perangkat mobile.
Casual game atau game-game ringan yang tak perlu skill tinggi, disebut banyak dimainkan oleh kaum hawa dengan persentase 66 persen.
Menurut Interpret, pertumbuhan penggemar e-sport tradisonal dari kalangan perempuan yang lamban, dikarenakan masifnya pertumbuhan game mobile.
Hal ini diperkuat dengan temuan Skillz, salah satu platform kompetisi gaming mobile. Skillz mengungkap sebanyak tujuh dari 10 pendapatan mobile di platform mereka berasal dari pemain perempuan.
Melihat data tersebut, Skillz berpendapat bila ingin meningkatkan partisipasi perempuan dalam e-sport atau kompetisi gaming, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan game di platform mobile dan tablet dengan genre game e-sport non-tradisional.
Tak jauh berbeda, analis Newzoo, sebuah organisasi yang memang fokus pada dunia gaming mencatat persentase penonton e-sport wanita hampir mendekati setengah persentase penonton pria.
Dari total 173 juta penonton yang menonton e-sport lebih dari sekali dalam sebulan, 72 persennya adalah penonton pria dan 28 persennya adalah wanita. Rentang usia penonton yang berada pada usia 21-35 tahun, 39 persennya berasal dari pria dan 15 persen adalah penonton wanita.
Sementara 66 persen penonton pria dan 34 persen penonton wanita, setidaknya pernah menyaksikan pertandingan e-sport sekali dalam setahun.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR