Facebook.Inc ingin total dalam memberangus akun palsu di platform jejaring sosialnya. Tak hanya menggunakan machine learning dan tenaga manual untuk menyisir akun palsu, mereka juga menempuh jalur hukum.
Facebook dan Instagram melayangkan gugatan ke pengadilan federal Amerika Serikat, ditujukan kepada empat perusahaan dan tiga orang berdomisili di China yang disebut Facebook menjajakan akun, followers (pengikut), dan likes palsu.
Menurut Facebook dan Instagram, pabrikan tersebut mempromosikan akun palsu di platform online seperti Amazon, Apple, Google, LinkedIn, dan Twitter.
Secara spesifik, gugatan yang diajukan Facebook dan anak perusahaanya adalah meminta pengadilan untuk mencegah perusahaan dan orang-orang untuk membuat dan mempromosikan akun palsu.
Facebook juga meminta pengadilan untuk menghentikan tindakan ilegal menggunakan merek dagang Facebook di situs web para produsen akun palsu, serta penggunaan domain berembel-embel Facebook di situs mereka.
"Dengan mengajukan gugatan ini, kami berharap bisa menegaskan bahwa tindakan penipuan semacam ini tidak ditoleransi dan kami akan bertindak tegas untuk melindungi integritas platform kami," ujar Vice President and Deputy General Facebook, Paul Grewal.
Facebook dan Instagram menghadapi tekanan atas maraknya berita hoaks dan akun palsu yang beredar di platformnya, terutama yang berkaitan dengan isu politik di beberapa negara.
Aksi bersih-bersih akun palsu yang ditengarai menjadi biang keladi berita hoaks pun dilakukan di Amerika Serikat dan sejumlah negara lain.
Tahun lalu, Facebook menemukan bahwa lebih dari 600.000 warga AS mengikuti akun palsu yang disinyalir terkoneksi dengan Rusia.
Setelah terendus, akun-akun palsu di Instagram dan Facebook itu pun dihabisi sebelum pemilu paruh waktu di AS digelar tahun lalu seperti dikutip Business Insider.
Facebook menutup situs berita palsu yang menyebarkan informasi sumir terkait oposisi Bangladesh sebelum pemilu negara tersebut digelar.
Selain membersihkan akun palsu, Facebook juga memberlakukan aturan khusus bagi para pengiklan.
Contohnya saat Pemilu India akan digelar, Facebook lebih memperketat aturan iklan, terutama yang berbau politik.
Facebook mengumumkan fitur "online search ad library" yang mewajibkan para pengiklan untuk mengungkap identitas dan lokasi mereka sebagai syarat verifikasi.
Bulan Januari, Facebook kembali mengumumkan penghapusan ratusan akun yang terhubung ke Iran dan Rusia yang menyebarkan informasi palsu.
Bulan lalu, Facebook juga menghapus laman dan akun yang terlibat "coordinated inauthentic behavior" atau laman serta akun yang disinyalir berperilaku tidak wajar dan tidak otentik yang terkoordinasi.
Akun dan laman tersebut menargetkan orang-orang di Moldova menjelang pemilu digelar. Tak hanya Facebook, Instagram juga menjadi sarang akun palsu demi kepentingan marketing.
November lalu, Instagram sesumbar telah menutup akun-akun yang menggunakan aplikasi pihak ketiga untuk meningkatkan popularitas dengan likes dan pengikut palsu.
"Perilaku tidak otentik tidak punya tempat di platform kami. Itu mengapa kami mengupayakan sumber daya semaksimal mungkin untuk mendeteksi dan menghentikan perilaku ini, termasuk menon-aktifkan jutaan akun palsu tiap harinya," ujar Grewal.
"Gugatan hari ini adalah satu langkah lagi dalam upaya lanjutan kami dalam melindungi orang-orang di Facebook dan Instagram," imbuhnya.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR