Kisah inspiratif Desa Doudo (Gresik) dalam memanfaatkan teknologi bukan cuma soal mendapatkan air (seperti kami ceritakan di sini). Mereka juga berhasil memanfaatkan kanal media sosial dan e-commerce untuk menjajakan produk UMKM andalan mereka.
Salah satunya adalah yang dilakukan Armisda, Sukaya, dan Nurkholidah yang tergabung dalam kelompok olahan pangan Mbok Doudo. Mereka membuat olahan pangan berbahan jambu monyet, buah yang banyak dibudidayakan di pinggir lahan pertanian padi dan jagung Desa Doudo.
Pohon jambu monyet tersebut adalah warisan dari orang tua di desa Doudo. “Budi daya jambu monyet sudah turun-temurun di desa ini,” ujar Armisda, perempuan yang pernah 10 tahun bekerja menjadi TKW di Malaysia ini. Sebagian besar pohon itu telah mencapai puluhan tahun, dengan tinggi antara 2-3 meter. Setiap tahun, Desa Doudo memanen jambu monyet hingga 30 ton.
Warga Doudo menikmati panen jambu monyet hanya di musim kemarau, puncaknya di bulan Agustus-Oktober. Masa panen tanaman ini cocok di kala padi dan jagung hanya bisa ditanam di musim penghujan antara bulan November dan April.
Satu keluarga di Doudo paling sedikit memiliki sekitar 4-5 pohon jambu monyet di atas lahan 1/4-3/4 hektare. Satu pohon bisa menghasilkan 10-50 kilogram buah, bergantung kondisi setiap pohon. Selama ini, kata Armisda, warga Doudo hanya menjual kacang mete mentah kepada pengepul dengan kisaran harga Rp8 ribu-Rp25 ribu per kilogram. Sedangkan harga buahnya lebih murah, antara Rp5 ribu-Rp 10 ribu setiap bak.
Jambu monyet, tanpa kacang mete, biasanya berakhir menjadi pakan ternak atau campuran rujak. Akan tetapi, nasib jambu monyet berubah ketika Tim PKK Desa Doudo mendapat pelatihan pangan olahan dari Dinas Pertanian Kabupaten Gresik pada medio 2017. Apalagi kemudian program CSR Pertamina EP Asset 4 Field Poleng turut mendukung program ini sebagai bagian dari komitmen memperkuat usaha mikro warga.
Kelompok Mbok Doudo mendapatkan pelatihan olahan pangan, cara mengemas, hingga pemasaran secara online. Jambu monyet diolah menjadi sari buah dan dikemas dalam botol plastik seharga Rp8 ribu. Ampas dari sisa olahan minuman ini kemudian dibuat menjadi abon dan pepes. Abon dibanderol Rp10 ribu per 70 gram, sedangkan pepes Rp3 ribu per burgkus. Sedangkan kacang mete diolah menjadi camilan kering seharga Rp30 ribu per 100 gram.
Dalam satu bulan, Armisda menjelaskan, kelompoknya membeli antara 4-5 kilogram jambu monyet dari warga. Jumlah pembelian bisa lebih banyak tatkala pesanan meningkat. Selain olahan dari jambu monyet, Mbok Doudo juga mengolah sayuran dan buah menjadi camilan stik dan es krim. Ada stik yang terbuat dari buah naga, buah nangka, daun sawi dan kelor. Seluruh varian stik ini dibanderol Rp10 ribu per 100 gram.
Inovasi Mbok Doudo lainnya adalah mengubah sayuran dan buah menjadi es krim. Produk yang dijual yakni es krim sawi hijau rasa alpukat, es krim sawi putih rasa vanila dan sawi hijau rasa cokelat. Harganya pun ramah di kantong anak-anak, yakni Rp3 ribu per buah.
Sukaya, anggota Mbok Doudo, mengatakan, kelompoknya juga menjual hasil olahan pangan kreasi perempuan dari RT -RT . Dari RT 1A misalnya, Mbok Doudo menampung dua produk yakni minuman Dangrehe (wedang Sere Jahe) dan Paserehe (permen ampas sere jahe). Dari RT 5, Mbok Doudo menampung kerupuk, dawet, stik, permen, peyek, dan teh yang seluruhnya terbuat dari lidah buaya.
Mbok Doudo mengandalkan media sosial untuk memasarkan seluruh produk karya warga desanya. Mereka membuat akun “Olahan Pangan Mbok Doudo” di Facebook dan Instagram. Untuk menarik pembeli, Mbok Doudo mencantumkan tagline yang tak tanggung-tanggung: “Rasane Nyundul Langit”.
Selain medsos, Mbok Doudo mengikuti sejumlah pameran yang difasilitasi Pertamina EP Asset 4 Field Poleng. Mereka juga membuka lapak saat ada kunjungan tamu.
Daya upaya warga pun patut meraih apresiasi. Kelompok Mbok Doudo mendapat penghargaan Silver ISDA Pilar ke 5 (Achieve Gender Equality and Empower All Women and Girls) dengan tema Program Pemberdayaan Lingkungan dan Ekonomi Perempuan melalui tanaman pekarangan dan olahannya, serta Nusantara CSR Awards kategori Pemberdayaan Ekonomi Komunitas.
Kisah Desa Doudo ini kembali menegaskan, keterbatasan bukan menjadi alasan untuk tertinggal. Jika bisa berpikir inovatif dan memanfaatkan teknologi, sebuah keterbatasan bisa membuka berjuta pintu kesempatan.
Penulis | : | Administrator |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR