Industri telekomunikasi di Indonesia menunjukkan tren pertumbuhan yang memburuk pada tahun lalu.
Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) mencatat pertumbuhan industri telekomunikasi Indonesia menyentuh angka minus 6,4 persen pada 2018.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memulihkannya adalah dengan konsolidasi antar operator telekomunikasi.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, mengatakan bahwa urusan konsolidasi bukan wewenang pemerintah melainkan para pemegang saham.
"Call-nya sebenarnya di operator dan bukan di manajemen. Call-nya ada di pemegang saham," kata Rudiantara dalam acara Indonesia Technology Forum di Balai Kartini, Jakarta.
"Jadi tidak mudah untuk mempengaruhi pemegang saham. Apalagi kalau pemegang sahamnya sudah banyak duit, perusahaannya menderita juga pemegang sahamnya seperti orang kaya terus perilakunya," ucapnya.
Baca Juga : XL Minta Pemerintah Selesaikan Regulasi untuk Konsolidasi Operator
Rudiantara menilai keputusan konsolidasi sangat tepat karena banyak operator yang berebut frekuensi dan konsumen di Indonesia.
Saat ini ada enam operator seluler yang beroperasi di Indonesia yaitu Telkomsel, XL Axiata, Indosat Ooredoo, Smartfren, Hutchison 3 Indonesia, dan Sampoerna Telekomunikasi Indonesia.
"Jumlah operator yang beroperasi idealnya dua atau tiga di satu negara," pungkasnya.
Rudiantara juga menjelaskan, bahwa saat ini tugas pemerintah adalah untuk mengurus regulasi mengenai konsolidasi, termasuk menjamin ketersediaan frekuensi bagi operator.
Ia juga menyebut pemerintah tidak akan mengambil kembali frekuensi operator yang diakusisi oleh operator lain.
Baca Juga : Tahun 2019 ini, Pelanggan Telkomsel akan Rasakan Kecepatan Nyaris 5G
"Kita harus buatkan sistem. Ketersediaan frekuensi itu dikunci karena menjadi suatu komitmen pemerintah untuk menjamin ketersediaan frekuensi," ujar Chief RA.
"Kita harus melakukan hal ini dan kita akan menyesal kalau kita tidak melakukan upaya ini," tambahnya.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR