AppsFlyer resmi merilis laporan pertamanya mengenai Ad Fraud (penipuan iklan) yang ada di wilayah Asia Pasifik.
Laporan ini sendiri menganalisis aktivitas penipuan iklan yang terjadi di periode Q4 2018 sampai dengan Q1 2019 (November 2018 sampai April 2019).
Ada 2,5 miliar instalasi yang terdiri atas 8.000 aplikasi di segmen Hiburan, Keuangan, Gaming, e-Commerce, Travel, dan Utilities yang dikutsertakan dalam penelitian ini.
Menurut penelitian ini, selama enam bulan terakhir jika marketer di Asia Pasifik dibiarkan tanpa perlindungan, mereka akan mengalami kerugian sebesar US$650 juta.
Asia Tenggara telah diidentifikasi sebagai target utama penipu, dengan risiko lebih dari 260 juta Dolar AS – tertinggi di Asia Pasifik – diikuti oleh India yang terpapar sebesar 186 juta Dolar AS.
Ini dapat terjadi karena Asia Tenggara memiliki tingkat penetrasi mobile yang tinggi, peningkatan kualitas konektivitas, dan integrasi cepat metode pembayaran elektronik.
Hal ini menjadikannya target yang sangat menguntungkan bagi para penipu karena besarnya jumlah pengguna dan tingginya pembayaran yang dihasilkan pasar ini.
Masalah lain semakin diperparah oleh sumber daya pengembang aplikasi yang lebih sedikit, prevalensi penipuan di jaringan lokal dan permintaan volume yang tinggi oleh marketer.
Baca Juga: Facebook Resmi Umumkan Mata Uang Digital Libra Berbasis Blockchain
Beverly Chen, Marketing Director Asia Pasifik di AppsFlyer, mengatakan bahwa Asia Tenggara adalah target yang menarik bagi penipu, dengan para marketer di kawasan ini memanfaatkan kondisi mobile-first dan pertumbuhan sifat digital populasi di wilayah tersebut untuk mendorong prioritas marketing.
“Penipuan (fraud) mendistorsi dan mencemari data yang menjadi andalan bisnis dalam membuat keputusan, menghasilkan penggunaan sumber daya yang tidak tepat, pengeluaran yang tidak efektif, serta kerugian finansial,” jelas Chen.
Menurut Chen, untuk mengatasi hal ini marketer perlu memiliki solusi perlindungan berlapis-lapis serta memahami dan tetap waspada terhadap meningkatnya ancaman bot, akses non-manusia dan berbagai teknik kejahatan baru yang selalu berkembang untuk mempertahankan keunggulan kompetitif mereka.
Masih berdasarkan laporan ini, aplikasi keuangan dan e-Commerce menjadi yang paling sering terkena dampak.
Aplikasi Keuangan memiliki target korban penipuan iklan tertinggi di wilayah ini, yaitu 48,1%, diikuti oleh aplikasi e-Commerce dan Travel di angka 32,2% dan 29,7%, sejalan dengan pertumbuhan kesejahteraan konsumen di wilayah tersebut.
Hal ini diakibatkan lebih besarnya pembayaran dan skala basis pengguna, jika dibandingkan dengan metode perlindungan anti-fraud yang canggih yang sering digunakan marketer aplikasi Gaming.
Selain itu, diketahui penggunaan bot dan pembajakan instalasi menjadi metode serangan yang paling umum.
Meski demikian, metode serangan ini telah dapat diatasi oleh solusi anti-fraud yang bersifat real-time, sedangkan metode click flooding (spam klik) diketahui juga mengalami penurunan.
Baca Juga: Serangan DNS Meningkat Di Asia, Waspadai Dampak Pada Bisnis dan Brand
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR