Dengan ketersediaan smartphone, komputer tablet, laptop, dan desktop yang mudah, tidak mengherankan banyak anak-anak menghabiskan waktu mereka untuk kegiatan online. Bahkan media sosial seperti Facebook, Instagram, YouTube, Twitter, Snapchat juga dapat diakses oleh anak-anak.
Makin intens anak beraktivitas di internet maka makin besar pula kemungkinan mereka mengakses berbagai konten yang tidak pantas, mulai dari pornografi sampai konten berbahaya yang mengandung radikalisme dan terorisme. Bahkan yang berhubungan dengan privasi dan keamanan finansial keluarga.
Pencegahan selalu menjadi konsep utama dalam memberikan perlindungan terhadap anak, konsep inilah yang menjadi poin penting dalam Parental Control. Orang tua diajak berperan untuk lebih proaktif melindungi anak saat beraktivitas di internet tanpa anak merasa diintervensi oleh orang tuanya.
Masalahnya kesadaran orang tua untuk memberikan proteksi yang layak pada anaknya tidak dilakukan dengan maksimal. Hal ini diketahui dari studi yang dilakukan ESET di kawasan APAC atau Asia Pasifik.
Dari temuan survei ESET mengungkapkan bahwa hanya 29% responden yang menerapkan Parental Control pada perangkat yang digunakan anak-anak mereka. Temuan ini juga mengungkapkan bahwa 29% responden juga memberikan izin kepada anak-anak mereka untuk mengunduh program dan aplikasi sendiri.
"Kontrol orang tua juga secara tidak langsung mengajarkan anak-anak nilai uang ketika membeli barang secara online. Ini adalah pelajaran berharga bagi anak-anak untuk dipelajari di usia muda, untuk memastikan bahwa mereka tidak menerima pembelian online begitu saja,” terang Fitz Gerald, peneliti Senior ESET.
Selain Parental Control, orang tua sendiri juga harus bertanggung jawab atas aktivitas anak-anak mereka saat online. Dari hasil survei APAC hanya 36% responden yang melakukannya dengan memantau aktivitas anak saat menggunakan perangkat pintar mereka.
Studi ini menunjukkan kurang perhatiannya orang tua terhadap aktivitas online anak, padahal di titik ini orang tua harus punya andil lebih banyak dalam mengawasi anak.
Tapi hal tersebut tidak berlaku bagi Indonesia, responden yang mengikuti survei sebanyak 72% sepakat jika mereka harus mengawasi aktivitas online anak. Dengan demikian orang tua di Indonesia adalah yang paling protektif terhadap keamanan anak di kawasan Asia Pasifik.
Hal itu selaras dengan temuan sebelumnya yang mana 56% responden Indonesia menggunakan Parental Control untuk perangkat anak.
“Anak-anak hanya tahu internet adalah entitas ajaib yang mampu menjawab semua pertanyaan dan keingintahuan mereka. Yang tidak mereka tahu adalah tentang virus atau malware, privasi online, phising, etika jejaring sosial, dan masalah internet lainnya," kata Yudhi Kukuh selaku IT Security Consultant PT Prosperita, ESET Indonesia.
Yudhi menambahkan, di sini orang tua punya kewajiban untuk hadir sebagai jembatan penghubung yang mangarahkan anak agar sampai di seberang dengan aman tanpa harus mengekang aktivitas anak.
KOMENTAR