Huawei menjadi perbincangan hangat beberapa bulan terakhir. Puncaknya tak lain ketika pemerintahan Presiden Donald Trump memasukan perusahaan asal China itu ke dalam daftar hitam yang menghambat bisnis Huawei dengan perusahaan asal Amerika.
Huawei memang bukan petarung utama, tapi lebih menjadi pihak yang terperangkap di tengah perang dagang AS-China.
Meski Trump sempat melunak dengan mengijinkan kembali Huawei berbisnis dengan perusahaan AS, tapi Huawei rupanya tak mau lengah.
Pendiri Huawei, Ren Zhengfei mengumumkan rencananya untuk merestrukturisasi perusahaan agar tak tergantung pada AS, terutama dalam hal bisnis smartphone yang belakangan menjadi andalan untuk mendulang uang.
Saat dimasukkan ke blacklist AS, bisnis ponsel Huawei memang tersudut karena kehilangan akses ke sejumlah komponen penting dari rekanannya di Nageri Paman Sam, misalnya sistem operasi Android besutan Google dan chip Qualcomm.
Dalam sebuah memo yang beredar di internal Huawei, Ren pun mengatakan akan membuat "pasukan besi" tak kasat mata untuk melindungi bisnis consumer Huawei.
"Kita harus menyelesaikan perombakan dalam kondisi yang sulit, meciptakan "pasukan besi" yang kuat dan bisa membantu kita meraih kemenangan. Kita harus benar-benar menyelesaikan reorganisasi ini dalam tiga hingga lima tahun," tulis Ren dalam memo tersebut.
Memo internal tertanggal 2 Agustus itu pertama kali dikuak oleh Bloomberg, seperti dihimpun dan telah dikonfirmasi oleh perwakilan Huawei. Ren merupakan insinyur teknik yang memiliki latar belakang militer.
Tak heran jika bahasa yang kerap ia gunakan cenderung bernuansa militeristik. "Dua peluru menyasar bisnis konsumer kita, sayangnya mereka mengenai tangki minyak," tulis Ren tanpa menjelaskan maksudnya lebih detail.
Dalam memonya, Ren juga mengatakan bahwa Huawei sedang mengalami ujian yang cukup panjang karena AS. Ia mengisyaratkan beberapa sektor bisnis mungkin tidak akan selamat jika ada perombakan.
Ren sempat memperingatkan AS agar tidak meremehkan perusahaannya. Huawei telah melakukan beberapa persiapan untuk mengantisipasi pemblokiran seperti yang terjadi pada blacklist bulan Mei lalu.
Salah satunya adalah dengan membuat sistem operasi sendiri, Harmony OS, yang pekan lalu baru saja diresmikan.
Harmony OS diklaim lebih aman dan cepat dibanding OS Android buatan Google yang selama ini menjadi tumpuan ponsel Huawei.
Namun Ren mengatakan, Huawei masih butuh waktu lebih lama untuk membangun ekosistem aplikasi.
Huawei juga sesumbar bahwa penjualan ponselnya masih laris manis meski diblokir pemerintah AS.
Bulan Juni lalu, Huawei mengumumkan bahwa P30 dan P30 Pro telah terjual 10 juta unit dalam waktu 85 hari sejak debut pada 26 Maret 2019.
Kendati demikian, secara pertumbuhan, bisnis konsumer Huawei melamban, terutama untuk smartphone dan laptop di kuartal kedua 2019.
Trump sempat memberikan angin segar untuk bisnis Huawei dan perusahaan AS, meski sejauh ini batasannya belum jelas. Kabarnya, Huawei telah memberhentikan sejumlah pegawainya yang berbasis di AS.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Cakrawala |
KOMENTAR