"Memang ada frekuensi lain yang sekarang lagi ramai ada 3,5 GHz, 2,6 GHz, 700 MHz tapi masih ada penggunanya. Kita sedang mengkaji juga bagaimana cara kita bisa mempercepat itu," jelas Denny.
Ia belum mau mengungkap perkiraan biaya hak penggunaan (BHP) yang akan dibanderolkan ke pengguna frekuensi nantinya. Pihaknya juga masih mengkaji ihwal regulasi yang akan diterapkan untuk implementasi 5G di sektor industri.
"Apakah nanti kita berikan ke operator seluler atau yang punya kawasan (pabrik)? Boleh enggak nanti kerja sama? Nah ini kebetulan satu grup (Smartfren-Sinarmas) jadi tak masalah, tapi kalau beda grup bagaimana," jelasnya.
Di sisi lain, Dirjen SDPPI, Ismail MT mengatakan bahwa ekosistem jaringan 5G di Indonesia dikendalikan utamanya oelh operator. Artinya perusahaan telekomunikasi punya peluang melakukan monetisasi pendapatan.
"Kalau aturan-aturan, dibuat kalau perlu. Kalau tidak perlu ya tidak usah," jawab Ismail.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR