Salah satu pertanyaan yang muncul seputar blokir ponsel berbasis IMEI adalah, bagaimana dengan wisatawan/ turis asing yang bepergian ke Indonesia?
Mereka masuk ke Indonesia dengan membawa perangkat smartphone, apakah lantas smartphone mereka juga akan diblokir?
Berdasar draft Rancangan Peraturan Menteri (RPM) Kominfo tentang pembatasan akses layanan telekomunikasi bergerak seluler pada alat dan/atau perangkat telekomunikasi, Pasal 10 menjelaskan soal itu.
Dalam pasal tersebut, pembatasan/pemblokiran ponsel dikecualikan untuk smartphone yang digunakan oleh antara lain: pengguna jelajah internasional (International Roamer), dalam hal ini termasuk turis asing.
Namun, jika wisatawan tersebut hendak tinggal di Indonesia dalam jangka panjang, lebih dari 30 hari, maka mereka baru wajib mendaftarkan IMEI ponsel mereka.
"...wajib melaporkan IMEI ke Sistem Informasi Basis Data IMEI Nasional paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah kedatangan ke wilayah Indonesia," demikian bunyi draft RPM tersebut.
Dengan demikian, berdasar draft RPM tersebut, wisatawan yang bepergian ke Indonesia kurang dari 30 hari, tidak perlu melakukan pendaftaran IMEI mereka ke Sistem Informasi Basis Data IMEI Nasional.
Begitu juga dengan smartphone yang dibeli dari luar negeri. Jika ponsel tersebut akan digunakan di Indonesia lebih dari 30 hari, maka perlakuannya sama dengan smartphone yang dibawa turis asing ke Indonesia.
Ponsel yang dibeli dari luar negeri dan akan dipakai lebih dari 30 hari di Indonesia juga wajib didaftarkan ke Sistem Informasi Basis Data IMEI Nasional.
Sebelumnya, Kemenkominfo, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan berencana menandatangani Permen blokir ponsel BM pada Agustus ini, namun hingga kini peraturan tersebut belum juga disahkan.
"Kapannya belum bisa jawab, masih nunggu bapak-bapak menteri," lanjut Ismail ketika ditemui media di sela-sela uji coba jaringan 5G Smartfren di Jakarta Utara.
Ismail memprediksi butuh waktu sekitar enam bulan setelah kebijakan diteken untuk kemudian diimplementasikan. Waktu tersebut dibutuhkan karena ketiga kementerian setidaknya harus mempersiapkan delapan hal.
Ke delapan hal itu adalah persiapan mesin SIRINA, penyiapan database IMEI, pelaksanaan tes, sinkronisasi data operator seluler, sosialisasi, penyiapan SDM, SOP tiga kementerian, dan penyiapan pusat layanan konsumen.
Artinya jika penandatanganan kebijakan sesuai dengan jadwal, yakni 17 Agustus, maka proses pemblokiran ponsel black market akan dimulai pada 17 Februari 2020 mendatang.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Cakrawala |
KOMENTAR