LinkAja bisa jadi adalah proyek paling ambisius yang pernah dilakukan Kementerian BUMN. Pasalnya, LinkAja adalah gabungan digital payment dari perusahaan BUMN yang sudah ada, seperti T-Cash (Telkomsel), UnikQu (BNI), e-cash (Mandiri), dan T-Bank (BRI).
Proyek ambisius LinkAja ini juga berefek pada keriuhan di sisi teknis. Arman Hazairin (CTO LinkAja), ingat betul rentetan kejadian yang berujung pada lahirnya aplikasi LinkAja. “Saya dikasih tahu tanggal 2 Januari, dan diberi waktu enam minggu untuk live,” kenangnya.
Lalu pada bulan Maret, Arman dan tim menghabiskan waktu tiga hari tiga malam untuk migrasi semua layanan ke LinkAja. Tak heran ketika ditanya mengapa ada tumpukan kasur lipat di pojokan kantor LinkAja, Arman menukas, “Ya, itu saksinya” sambil tertawa lepas.
Meski harus menghabiskan banyak malam di kantor, Arman melihat dinamika itu sebagai sesuatu yang mengasyikkan. “Bagi saya, ini seperti mimpi yang dipercepat,” ungkap pria yang rajin mengayuh sepeda itu. Arman sendiri sebelumnya adalah CTO T-Cash yang kemudian mendapat mandat meneruskan tugasnya di LinkAja.
Pendekatan Berbeda
Meski gabungan dari beberapa produk, LinkAja bisa dibilang produk “baru”. Praktis hanya informasi debit-kredit yang diambil dari layanan sebelumnya, selebihnya adalah produk baru. “Jadi mulai dari aplikasi, interface, sampai fitur-fiturnya itu kami buat sendiri dari awal,” ungkap pria lulusan Teknik Elektro ITB itu.
Keterbaruan itu sebenarnya juga mencerminkan perbedaan paradigma antara LinkAja dan T-Cash. Seperti diceritakan Arman, dulu T-Cash dibangun menggunakan pendekatan khas industri telekomunikasi yang banyak melibatkan pihak ketiga. “Aplikasi saja dibuat oleh vendor,” ungkap pria lulusan Teknik Elektro ITB itu. Cara itu membuat eksekusi sebuah inovasi menjadi lambat, karena setiap tahapan proses membutuhkan proses birokrasi yang panjang.
Sementara di LinkAja, semua dilakukan sendiri. “Mungkin di (penyedia solusi uang elektronik) yang lain, ini sudah biasa. Namun bagi kami, ini perubahan yang mendasar,” tambah Arman.
Karena semua dibangun sendiri, salah satu tugas utama Arman saat ini adalah membangun tim teknologi LinkAja. Saat ini tim teknologi di bawah Arman berjumlah sekitar 50 orang, tetapi tahun ini rencananya mencapai 100-150 orang. Jumlah itu bahkan akan bertambah dua kali lipat pada tahun depan. “Yang kami butuhkan saat ini adalah software engineer dan data scientist,” tambah Arman.
Tugas lain Arman adalah memindahkan infrastruktur TI LinkAja ke cloud. Saat ini, infrastruktur LinkAja masih menggunakan data center Telkomsel, tetapi akan segera pindah ke cloud dalam waktu dekat. Selain memudahkan expandability, menggunakan layanan cloud mempercepat LinkAja dalam melahirkan inovasi baru. “Karena kami membutuhkan cloud bukan sekadar infrastrukturnya, melainkan juga tools-nya,” tambah Arman.
Yang tak kalah penting, LinkAja harus bisa bergerak lincah seperti perusahaan digital pada umumnya. “Karena bagaimana pun, kami harus mandiri,” ungkap Arman.
Manfaatkan Jaringan
Ketika “cara main” sudah sama, LinkAja kini siap bersaing dengan uang elektronik yang kadung populer seperti OVO dan GoPay. Arman melihat, LinkAja memiliki modal bagus untuk berkembang, yaitu dukungan BUMN yang memiliki jaringan luas di seluruh penjuru Indonesia. LinkAja bisa memanfaatkan pengguna layanan komunikasi dari Telkom dan Telkomsel, nasabah bank dari jaringan Himbara (Himpunan Bank Milik Negara), atau pengguna kendaraan bermotor yang membeli BBM-nya di Pertamina.
Basis pengguna pun akan bertambah besar karena LinkAja aktif menggandeng entitas milik negara maupun swasta untuk memanfaatkan platform LinkAja. Salah satunya adalah CLI (Commuter Line Indonesia), anak perusahaan KAI yang mengelola layanan kereta commuter line. Dalam waktu dekat, pengguna commuter line dapat menggunakan LinkAja untuk melakukan pembayaran saat menggunakan layanan KRL.
Masing-masing entitas itu tidak saja membawa basis pengguna ke platform LinkAja, tetapi juga menawarkan kebutuhan mendasar sehari-hari. “Jadi pengguna pasti butuh, ada atau tidak ada diskon,” tambah Arman. LinkAja memang tetap menawarkan diskon untuk meningkatkan awareness, tetapi Arman menyebut cita-cita besar LinkAja adalah membantu yang perlu dibantu.
Sebagai contoh, LinkAja memiliki potensi besar meningkatkan inklusi keuangan bagi masyarakat yang saat ini belum memiliki akses ke institusi finansial (unbanked). Layanan seperti LinkAja relatif lebih mudah menjangkau segmen unbanked itu seiring momentum kian besarnya jumlah pengguna ponsel pintar di Indonesia.
Sambil menunjuk kopi yang baru saja ia seruput, Arman juga menyebut masalah petani kopi di Indonesia—yang mana adalah modal. Petani kopi terpaksa menjual cepat panennya karena membutuhkan hasil penjualan untuk membiayai hidup. Padahal, jika biji kopi itu diolah dengan baik, harganya bisa lebih baik lagi.
Dalam mimpi Arman, suatu hari petani kopi itu dapat mengajukan pinjaman modal ke bank menggunakan LinkAja. Sang petani kemudian dapat mengolah kopinya dengan lebih baik, sehingga mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi. “Mudah-mudahan suatu hari, LinkAja bisa membantu petani kopi ini,” pungkasnya.
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR