Lebih jauh lagi, Syafri mengatakan bahwa memformulasikan masalahnya sendiri merupakan tantangan tersendiri karena seringkali hal itu tidak muncul ke permukaan. “Sehingga kami harus melakukan analisis mendalam, melakukan breakdown masalah supaya lebih jelas apa yang harus diselesaikan,” jelasnya.
Dan setelah dilakukan analisis mendalam, terkadang, solusinya tidak harus AI. “Terkadang formulasi matematika atau heuristis sederhana sudah cukup untuk menyelesaikan problem tersebut,” ujar Syafri.
Kelangkaan SDM
Tantangan lain yang kerap disuarakan organisasi dalam menerapkan AI adalah kelangkaan sumber daya manusia (SDM) di bidang AI. Gojek pun mengalaminya. Syafri mengaku kesulitan menemukan SDM yang memenuhi kriteria yang dibutuhkan perusahaan.
“SDM Data Science di Gojek harus full-stack , di mana masing-masing harus paham alur pekerjaan mulai dari formulasi masalah bisnis, eksplorasi data, membuat feature ( feature engineering ), membuat model machine learning , lalu mengaplikasikan ke sistem produksi dengan standar production-level-code,”ujarnya panjang lebar.
Secara umum, Syafri juga melihat kelemahan SDM AI di Indonesia dalam hal kemampuan analytical thinking dan problem solving. Ditambah lagi dengan adanya tren “Shiny Object Syndrome” yang belakangan ini ia rasakan dialami kebanyakan tech talent saat ini. Banyak orang lebih tertarik untuk mempelajari hal teknis dari sesuatu yang sedang tren.
“Misalnya, saat ini sedang tren soal deep learning. Semua belajar deep learning. Padahal belum tentu semua masalah harus diselesaikan dengan deep learning. Jarang juga yang sampai mengaplikasikan ke level production,” jelas Syafri.
Yang terjadi adalah banyak yang mengandalkan penggunaan library machine learning yang sudah ada tanpa melakukan eksplorasi data lebih lanjut. Padahal, menurut Syafri, eksplorasi penting untuk mengetahui apa saja yang harus dilakukan dengan kondisi data yang beragam. “Bukan hanya sekedar import library , lalu masukkan data ke model, lalu jadi,” tandasnya.
Pertumbuhan Positif SDM
Meski adda isu kelangkaan SDM AI, Syafri Bahar melihat mulai bermunculannya komunitas-komunitas belajar AI. Beberapa universitas juga sudah menyadari adanya gap antara permintaan dan penawaran di pasar SDM.
“Universitas juga mulai mengulas kembali kurikulum di kampusnya. Jadi arah pertumbuhannya cukup positif, menurut saya,”imbuh Syafri.
Gojek sendiri sudah bekerjasama dengan beberapa universitas, salah satunya adalah Universitas Indonesia untuk kolaborasi GoAcademy Gojek. Kolaborasi mencakup penyelenggaraan workshop, membuka kesempatan magang, perekrutan setelah lulus atau untuk penelitian.
“Selain itu bersama dengan Binus, kami juga mulai mencoba program magang buat dosen yang menurut kami efeknya akan lebih berkelanjutan buat pencetakan SDM di bidang AI,” ujarnya.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR