Pemerintah berencana untuk memindahkan ibu kota ke wilayah Kalimantan Timur. Kabupaten Kutai Kartanegara menjadi salah satu kandidat ibu kota negara Indonesia.
Sebagai calon ibu kota baru, wilayah Kutai Kertanegara sejatinya harus menggenjot beragam infrastruktur untuk menunjang kegiatan pemerintahan ibu kota, salah satunya infrastruktur telekomunikasi.
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, Awang Yacoub Luthman di Kedaton Kutai Kartanegara.
"Ketika titik IKN (Ibu Kota Negara) sudah mulai muncul, saya yakin infrastruktur seperti telekomunikasi, listrik, air, itu pasti akan terjadi percepatan," ujar Yacoub.
Khusus untuk infrastruktur telekomunikasi, Yacoub mengaku masih ada kesulitan untuk membangunnya secara merata di sejumlah wilayah Kutai Kartanegara, terutama di wilayah hulu.
"Kenapa infrastruktur telekomunikasi itu agak lambat, karena semakin kita ke hulu, jumlah penduduk per kilometer semakin kecil," jelas Yacoub.
"Di Tabang itu, (salah satu) kecamatan Kutai Kartanegara yang wilayahnya cukup luas, satu kilometer persegi itu isinya cuma 21 orang," imbuhnya.
Dengan kondisi seperti ini, beberapa operator seluler, menurutnya, kemungkinan enggan berinvestasi jaringan di daerah tersebut, lantaran mungkin tidak menguntungkan dari segi bisnis.
Ada 18 tower di beberapa titik di Kutai Kartanegara Meski demikian, pemerintah Kutai Kartanegara sendiri sejak tahun 2001 sebenarnya sudah membangun setidaknya 18 tower di berbagai titik kecamatan di wilayah yang menjadi kandidat ibu kota baru ini.
Namun, alih-alih ditempeli dengan alat base transceiver station (BTS) dari operator seluler, belasan tower ini masih digunakan untuk kepentingan pemerintah daerah.
"Saat ini memang itu (tower) digunakan oleh pemerintah daerah untuk sistem intranet, yaitu sistem pengelolaan keuangan kami," tutur Kepala Bidang Akuntansi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kutai Kartanegara, H. Heriansyah, dalam kesempatan yang sama.
Heriansyah mengatakan operator-operator seluler, termasuk Telkomsel, belum bisa memasang BTS di belasan tower ini, lantaran terhambat masalah perizinan frekuensi.
"Dalam proses pelaksanaannya (tower) terkendala dengan izin untuk menggunakan gelombang. Nah itu izin yg belum ditembus," ujar Heriansyah.
Ke depannya, Heriansyah mengatakan bahwa pemerintah daerah Kutai Kartanegara akan terus melakukan upaya-upaya, seperti mempermudah perizinan bisnis dan frekuensi jaringan, untuk menggenjot infrastruktur jaringan di wilayah ini.
"Government business itu agak susah, aturannya ribet, nah itu yang terkendala. Semoga nanti ke depan ini bisa dikelola satu badan perusahaan daerah yang bisa lebih cepat," tutupnya.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Cakrawala |
KOMENTAR