Regulasi pemblokiran ponsel blackmarket (BM) melalui nomor IMEI akhirnya disahkan pemerintah melalui Peraturan Menteri dari tiga kementerian.
Meski ditandatangani hari ini, aturan tersebut baru akan mulai berlaku setelah enam bulan ke depan.
Proses pemblokiran ponsel blackmarket ini nantinya akan mengandalkan mesin Sistem Informasi Basis Database IMEI Nasional atau SIBINA.
Mesin ini dapat melihat IMEI ponsel milik pengguna, dan mengidentifikasi apakah ponsel tersebut ilegal atau tidak.
Karena mesin SIBINA mampu mengidentifikasi IMEI ponsel pengguna, muncul kekhawatiran ada data dari ponsel pengguna yang kemudian bocor. Lantas bagaimana dengan nasib data pengguna tersebut?
Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto menegaskan bahwa meski mesin SIBINA dapat membaca IMEI ponsel, data pengguna akan tetap aman dan informasinya tidak ikut tersedot.
Sebab menurut Airlangga, IMEI hanya sebatas menunjukkan identitas ponsel semata.
"IMEI itu dimiliki oleh GSMA. Datanya hanya berupa nomor (bukan informasi). Dengan memiliki data tersebut, bukan berarti kita akan tahu siapa yang pakai ponsel itu atau informasi lainnya," kata Airlangga dalam acara penandatanganan tiga Peraturan Menteri terkait pemblokiran ponsel blackmarket melalui IMEI.
"Ini bukan data individual. Karena nomor IMEI sudah diproduksi dan ada pada ponsel bahkan sebelum ponsel tersebut dimiliki pengguna," tambah Airlangga.
Ia juga menambahkan sampai saat ini, pemerintah sudah memegang sebanyak lebih dari 1,4 miliar data IMEI dan akan terus melakukan kroscek ke sistem yang dimiliki GSMA.
Ia pun memastikan bahwa semua sistem yang digunakan sudah siap untuk beroperasi.
"Hari ini kami luncurkan (peraturan menteri) karena secara sistem sudah siap. 'Main engine'-nya ada di Kementerian Perindustrian. Terkait data, semua ada di Kemenperin. Call center dan dukungan lain juga sudah disiapkan," pungkas Airlangga.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Cakrawala |
KOMENTAR