Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menyebut pembelian ponsel dari luar negeri baik beli sendiri maupun melalui jasa menitip pembelian atau 'jastip' dibatasi hanya untuk dua ponsel.
"Maksimal dua ponsel, tidak boleh lebih. Saat ini masih ada jastip membawa sampai puluhan dengan alasan bahwa untuk kebutuhan pribadinya. Itu terlalu banyak, saya pikir dua," kata Ditjen Bea dan Cukai Heru Pambudi di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta.
Lebih lanjut kata Heru, sesampainya di Indonesia, petugas Bea dan Cukai bakal memeriksa bukti pembayaran untuk keperluan registrasi ponsel.
Lalu penyelenggara jasa titipan itu juga harus membayar pajak jika harga ponsel di atas US$500 atau setara Rp7 juta (US$1=Rp14.137).
Besaran pajak yang harus dibayar yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan sebesar 10 persen dan Pajak Penghasilan (PPh) 7,5 persen.
Namun, jika harga ponsel di bawah Rp7 juta maka hanya membayar biaya masuk sebesar Rp0 atau gratis.
"Jika harga ponsel di bawah US$500 maka harus membayar biaya masuk Rp0 tetapi jika melebihi harga itu, mereka harus membayar PPN sebesar 10 persen," pungkas Heru.
Aturan IMEI hari ini resmi ditandatangani oleh tiga kementerian yaitu Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Aturan ini dijadwalkan mulai berlaku bulan April 2020 mendatang.
Selama enam bulan tiga kementerian akan menggodok finalisasi aplikasi untuk meregistrasikan nomor IMEI dari ponsel yang dibawa dari luar negeri dan Sibina. Sibina adalah sistem verifikasi nomor IMEI yang dimiliki Kemenperin.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR