Kawasan ASEAN mengalami kemajuan dalam pengurangan penggunaan software bajakan oleh perusahaan. Saat ini, Singapura telah berhasil menurunkan jumlah perusahaan yang menggunakan software ilegal di angka 27 persen dan Malaysia di angka 51 persen.
Sementara itu, Thailand, Vietnam, dan Filipina, masih di atas rata-rata penggunaan software bajakan atau tidak berlisensi di kawasan Asia Pasifik, namun ketiga negara tersebut secara aktif menekan tingkat penggunaan software ilegal menuju angka 57 persen.
Namun, di Indonesia, tingkat penggunaan software di kalangan perusahaan masih berada di atas 83 persen. BSA The Software Alliance menyadari bahwa penyelesaian masalah itu membutuhkan dukungan pemimpin perusahaan (CEO) di Indonesia untuk secara serius menghentikan penggunaan software tidak berizin di perusahaan mereka.
Untuk itu, BSA The Software Alliance mendengungkan kampanye ‘Clean Up to the Countdown’ yang merupakan bagian dari prakarsa ‘Legalize and Protect’ yang diluncurkan pada awal tahun ini. Kampanye ini bertujuan mendorong pemimpin perusahaan melegalisasikan aset software perusahaannya untuk mematuhi Undang-Undang (UU) Hak Cipta Republik Indonesia sebelum akhir tahun ini.
Kampanye ‘Clean Up to the Countdown’ diharapkan menjangkau 10.000 perusahaan di seluruh Indonesia, yang dianggap rentan terhadap penggunaan software bajakan. Sasaran
kampanye itu adalah perusahaan yang bergerak dalam berbagai industri, termasuk manufaktur, konstruksi, perbankan dan keuangan, teknik, arsitektur, media, desain,
teknologi informasi (IT), dan perawatan kesehatan. Banyak perusahaan di industri tersebut menggunakan berbagai software ilegal atau bajakan.
Menurut BSA, pemerintah Indonesia memiliki peluang mengurangi tingkat penggunaan software ilegal secara nasional. Peta jalan yang ditawarkan BSA mencakup upaya bersama
dalam menegakkan dan mengedukasi pemimpin perusahaan untuk menghapuskan penggunaan software tidak berizin oleh perusahaannya.
Sarno Wijaya, Direktur Teknologi Informasi, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, menyatakan bahwa kegagalan dalam menekan tingkat penggunaan software bajakan akan
memicu penyebaran malware. Seringkali, malware tersembunyi dan hadir bersamaan dengan software tidak berizin, memanfaatkan kelemahan pada software yang tidak
menerima pembaruan secara rutin karena tidak berizin.
“Industri software sangat menghargai kerja sama pemerintah Indonesia dalam kampanye ini dan kami mengucapkan terima kasih atas upaya pemerintah menegakkan hukum di bidang ini,” kata Sawney. “Meski begitu, kami tidak bermaksud mengatakan bahwa para pemimpin usaha di Indonesia melanggar hukum, tapi bahwa masih banyak perusahaan yang tidak mengelola hak cipta software-nya dengan baik.”
Penulis | : | Dayu Akbar |
Editor | : | Dayu Akbar |
KOMENTAR