Kejahatan keuangan mendatangkan kerugian finansial maupun dampak sosial. Untuk menumpasnya dibutuhkan tidak hanya teknologi terkini tapi juga kolaborasi.
Pembicaraan tentang kejahatan keuangan seperti tak ada habisnya, sampai-sampai mungkin membosankan para pendengarnya. “Tapi menjadi menarik jika Anda tahu bagaimana kejahatan ini ternyata mengarah pada hal-hal, seperti terorisme, human trafficking, dan lain-lain,” tutur Steve Totman, Managing Director, Financial Services, Cloudera.
Bukan hal baru jika kejahatan keuangan telah menjadi isu global. Tiga kerugian diakibatkan oleh financial crime: biaya tinggi, kerugian besar finansial, dan dampak sosial. Steve Totman mengungkapkan bahwa dalam 12 bulan terakhir, lembaga keuangan di dunia telah menghabiskan US$1,28 triliun untuk memerangi tindak kriminal keuangan.
“Kejahatan ini juga telah mengakibatkan kerugian besar. Diperkirakan bahwa gabungan pendapatan yang hilang karena kejahatan keuangan adalah US$ 1,45 triliun selama 12 bulan terakhir,” jelas eksekutif berpengalaman lebih dari 20 tahun di bidang data ini.
Namun hanya sebagian kecil dari hasil kejahatan itu yang bisa disita pihak berwajib. Steve mencontohkan, pihak berwajib Uni Eropa hanya bisa menyita satu persen saja dari hasil kejahatan keuangan di Eropa meski regulasi sudah lebih ketat dan investasi teknologi lebih besar.
Yang paling mengerikan tentu dampak sosial dari kejahatan keuangan, antara lain dalam kasus-kasus perdagangan manusia/perbudakan modern di mana 40,3 juta orang telah menjadi orbannya, menurut data terbaru Global Estimates of Modern Slavery (ILO and Walk Free Foundation).
Kelemahan Lembaga Keuangan
Tak mau kalah dari lembaga-lembaga keuangan, para kriminal keuangan ini juga memanfaatkan teknologi dan taktik yang kian canggih. Bank Sentral Amerika baru-baru ini mengeluarkan whitepaper yang salah satu bagiannya membahas jenis kejahatan keuangan Synthetic Identity Fraud yang memanfaatkan data social security number anak-anak berusia di bawah 18 tahun.
“Para pelaku kejahatan ini menciptakan identitas yang riil, dari social security number asli, tapi kemudian membaurkannya dengan data lahir palsu, akun bank palsu dan sebagainya. Kejahatan ini baru akan terungkap ketika si anak berusia 18 tahun dan akan membuka rekening bank,” tuturnya.
Para penjahat keuangan juga memelihara ribuan rekening palsu yang sudah mereka buka selama bertahun-tahun. “Mereka membuatnya seperti asli, mereka menaruh uang di rekening itu, bahkan meminjam uang dan membayar pinjamannya. Sampai suatu saat mereka sampai pada satu titik di mana akun-akun itu digunakan untuk membobol banyak bank di berbagai tempat di dunia,” cerita Steve Totman.
Bank, menurut Steve, sebagai salah satu lembaga keuangan yang kerap dimanfaatkan oleh para penjahat ini juga memiliki kelemahan. Misalnya, organisasi dalam bank itu sendiri masih bersifat silo. “Bank juga tidak menangani data secara real time, dan belum menggunakan teknik yang cukup canggih untuk mengenali para kriminal ini,” imbuh Steve. Dan yang lebih parah, gerak-gerik bank terbatas oleh batas-batas negara. Sementara para penjahat keuangan dapat melancarkan aksinya di mana saja di berbagai negara di dunia.
Padukan Tiga Teknologi dan Kolaborasi
Big data, analytics, dan teknologi canggih, machine learning dan Artificial Intelligence (AI), disebut Steve dapat membantu bank dan lembaga keuangan lainnya mencegah terjadinya financial crime. Menurutnya, banyak orang khawatir machine learning akan mengambil alih pekerjaan manusia. Tapi realitanya, machine learning justru membuat kerja tim pendeteksi kejahatan keuangan menjadi lebih efektif. Machine learning pun dapat membantu menghindari false positive dalam upaya pencegahan kejahatan finansial sehingga pengalaman nasabah pun tidak akan terganggu. Namun Steve mengingatkan, lembaga keuangan tidak akan dapat memanfaatkan machine learning dan AI dengan baik tanpa platform big data dan analytics.
Dan untuk mendeteksi kejahatan finansial, lembaga keuangan harus memiliki sebanyak mungkin sumber data yang berbeda, dari internal maupun eksternal dan pihak ketiga. Setelah memiliki bermacam-macam data ini, lembaga keuangan juga harus dapat menemukan hubungan dan pola-pola yang mungkin di antara data-data tersebut. Selain tentunya, bank harus memiliki pemahaman yang baik tentang siapa nasabahnya.
Yang terpenting lagi, menurut Steve Totman, adalah regulator harus lebih terlibat. “Harus ada public-private partnership, masalahnya adalah para kriminal ini tidak terikat oleh batas-batas negara, bahkan mereka mengeksploitasi hal itu,” ujarnya.
Strategi Bank Mandiri
Sebagai bank terbesar di Indonesia dalam hal aset, pinjaman, dan deposit, Bank Mandiri juga terus menerus meningkatkan kemampuannya dalam mencegah kejahatan finansial. “Kami sudah memiliki big data technology, machine learning capability, kami mempunyai orang-orang dengan skill yang dibutuhkan, kami juga bekerjasama dengan PPATK,” tutur Billie Setiawan, Senior Vice President, Enterprise Data Management (EDM) Data & Analytics, Bank Mandiri.
Bank Mandiri sudah mampu melakukan network analysis secara lebih komprehensif dan mendalam. “Ini tidak bisa lagi menggunakan traditional way of doing modelling, dibutuhkan machine learning dengan sejumlah besar data, kemampuan memrosesnya dalam waktu bersamaan, dan menghasilkan network analysis,” papar Billie.
“Isunya saat ini bukanlah bagaimana menelusuri kejahatan finansial, tetapi bagaimana kita bisa mengenali ketika hal itu sedang terjadi dan bagaimana kita dapat menggunakan berbagai macam data,” ujar Steve Totman.
Steve yakin kejahatan finansial tidak akan memburuk ke depannya karena di tiap negara, tiap kawasan, orang-orang mulai fokus pada penganggulangannya. Tren cashless yang kian marak saat ini pun disebut Steve Totman akan berkontribusi terhadap penanggulangan financial crime.
Menurut Country Manager Cloudera Indonesia, Fanly Tanto, Cloudera menyediakan platform data yang dilengkapi kemampuan untuk memberdayakan orang dalam mengubah data tang kompleks menjadi insight yang jelas dan dapat ditindaklanjuti. Tentunya termasuk insight untuk membantu lembaga keuangan menemukan pola-pola yang berpotensi menjadi kejahatan finansial. Cloudera Data Platform datang dengan layanan Data Hub, Data Warehouse, dan Machine Learning untuk kebutuhan self-service analytics di lingkungan hybrid maupun multicloud.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR