Industri pertanian saat ini lesu darah. Menurut data BPS, jumlah petani di tahun 2017 sekitar 39,7 juta orang, atau turun 7,7% dibanding tahun 2010. Profesi petani kini didominasi usia tua, dengan 80% di antaranya berusia di atas 50 tahun.
Turunnya jumlah ini tak lepas dari minimnya iming-iming ekonomi saat menjadi petani. Hal ini tercermin dari Tukar Petani (NTP) Indonesia tahun 2017 yang sebesar 101,65. Angka ini menunjukkan, selisih antara pendapatan dan pengeluaran petani hanya 1,65%; atau nyaris impas hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Ada banyak pilihan untuk mengatasi masalah ini, salah satunya dengan meningkatkan produktivitas lahan. Karena ketika hasil panen dari sebuah lahan kian tinggi, pemasukan petani pun dapat bertambah. Peningkatan produktivitas juga dapat menjawab masalah penurunan lahan pertanian yang kini dihadapi industri pertanian Indonesia.
Ketika bicara peningkatan produktivitas lahan, penggunaan teknologi Internet of Things (IoT) pun menjadi relevan. Pasalnya ada banyak contoh bagaimana teknologi IoT dapat meningkatkan produktivitas lahan.
Sensor di Traktor
Salah satunya adalah perusahaan traktor asal AS yang berhasil membantu petani meningkatkan hasil pertanian. Mereka menanamkan perangkat pendukung IoT seperti modem LTE dan sensor untuk mengumpulkan data di lahan pertanian. Data tersebut kemudian dikirim ke cloud untuk dianalisa.
Berdasarkan data tersebut, perusahaan ini bisa menyediakan beragam informasi kepada petani. Yang paling dasar adalah menginformasikan kondisi traktor. Sistem secara kontinu melihat kondisi traktor, dan ketika mendeteksi adanya masalah, secara otomatis akan memberi notifikasi ke petani untuk melakukan pengecekan.
Karena traktor dilengkapi sensor lokasi, petani juga memiliki data real-time terkait area jelajah traktor dan konsumsi bahan bakarnya. Dengan begitu, petani dapat melihat tingkat produktivitas dari masing-masing traktor.
Dalam level yang lebih tinggi lagi, perusahaan ini bisa menginformasikan ke petani mengenai kondisi cuaca. Hal ini dimungkinkan karena tiap unit traktor dilengkapi sensor yang mendeteksi kecepatan angin, arah angin, temperatur, sampai kelembaban udara di tempat tersebut.
Berdasarkan informasi ini, sistem di traktor akan memberi rekomendasi ke petani terkait proses produksi. Contohnya, seberapa banyak pengairan yang dibutuhkan ketika kelembaban tinggi. Contoh lain adalah menunda proses penyiraman pestisida jika angin bertiup terlalu kencang. Dengan kontinu memonitor kondisi cuaca, petani pun dapat meningkatkan efisiensi proses produksi.
Pendek kata, teknologi IoT memudahkan petani dalam mengumpulkan data untuk meningkatkan hasil pertaniannya. Bagi perusahaan traktor tersebut, bisnis mereka pun berkembang. Jika sebelumnya hanya menjual traktor, kini bisnis mereka juga meliputi layanan informasi yang dibutuhkan petani.
Lebarkan Sayap
Penulis | : | Administrator |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR