Hape-hape China dianggap lebih rentan terhadap eksploitasi privasi data pengguna dibanding ponsel asal Amerika Serikat merek iPhone atau Samsung asal Korea Selatan.
Pengamat keamanan dari Vaksin.com Alfons Tanujaya mengatakan model bisnis China selalu menekankan harga-harga murah yang dianggap menggoyang harga pasar.
"Hal ini memaksa perusahaan ponsel China untuk kreatif mencari cara menekan harga atau mendapatkan penghasilan tambahan di luar metode konvensional," kata Alfons di Jakarta.
Hal ini membuat vendor-vendor asal China menekan harga di berbagai aspek, khususnya aplikasi bawaan ponsel. Alfons mengungkapkan biasanya vendor China bahkan menerapkan metode bagi hasil dengan pengembang aplikasi demi mendapatkan pendapatan.
Hal ini terjadi karena vendor China kadang menjual ponsel di bawah harga modal, tapi tetap bisa mendapatkan untuk dari aplikasi bawaan.
"Pengembang aplikasi mendapatkan keuntungan dan sebagian di berikan ke vendor ponsel untuk menekan harga ponsel,"ujar Alfons.
Sebagai balas jasa, vendor ponsel akan memasukkan aplikasi yang diciptakan pengembang tersebut ke dalam semua ponsel sebelum didistribusikan.
Jadi pertama kali dihidupkan, ponsel-ponsel tersebut sudah mengandung malware di dalam source code OS ponsel tersebut.
"Instalasi apps bawaan ponsel yang dalam banyak kasus memberikan ancaman privasi kepada pengguna ponsel," ujar Alfons.
Di sisi lain, Alfons mengatakan dari sisi sistem keamanan, Apple yang berbasis iOS memang lebih canggih dibandingkan ponsel Android. Tak hanya itu, kurasi toko digital milik Apple, App Store disebut lebih ketat dibandingkan toko digital miliki Google, Playstore.
"Secara de facto lebih sedikit malware di iTunes dibandingkan Playstore," ujar Alfons.
Alfons mengatakan Apple bahkan tak sembarangan memberikan data ke pihak berwajib. Akan tetapi, bukan berarti Apple tak berarti tak berkewajiban untuk memberikan data yang diminta pemerintah.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR