Banjir mengawali tahun 2020 di Jabodetabek. Akibat diguyur hujan ejak 31 Desember 2019 hingga 1 Januari 2020, musibah banjir akhirnya melanda wilayah Jabodetabek.
Sebenarnya, banjir itu bisa dicegah dengan teknologi karena banyak negara yang juga menggunakan teknologi anti banjir untuk mencegah bencana tersebut. Teknologi ini telah diaplikasikan di berbagai negara, seperti Belanda, Austria, sampai Jepang. Sebab, negara-negara tadi, juga berpotensi terkena bencana banjir.
Teknologi anti banjir tersebut dikembangkan untuk menanggulangi musibah banjir, mencegah air masuk ke pemukiman warga, dan manfaat lainnya. Berikut tujuh teknologi pencegah banjir yang ada di berbagai negara:
G-Cans
G-Cans merupakan teknologi anti banjir yang diciptakan oleh Jepang. Bernama asli shutoken gaikaku hosuiro, G-Cans adalah drainase bawah tanah yang terletak di Kasukabe Saitama.
Teknologi anti banjir ini merupakan fasilitas pengendali banjir yang dibangun untuk mencegah meluapnya sungai atau kanal ketika Jepang dilanda musim hujan dan badai.
G-Cans dibangun sejak tahun 1992, dan baru selesai pada awal 2006. Drainase ini memiliki 5 tangki berbahan beton dengan tinggi 65 m dan jari-jari 32 m. Kelima tangki tersebut dihubungkan oleh terowongan sepanjang 6,4 km dan berada 50 m dibawah permukaan tanah.
Lantas, bagaimana cara kerjanya? Ketika terjadi hujan atau badai, maka air yang tertampung ke dalam 5 tangki tersebut akan diarahkan ke ruang penampungan akhir.
Ruang penampungan itu memiliki tinggi 25,4 m, panjang 177 m dan lebar 78 m, serta ditopang oleh 59 tiang raksasa. Di ruang tersebut, air akan dipompa oleh 78 mesin pompa berkekuatan 10 MW yang mampu menyedot 200 ton air per detik. Lalu, air pun akan dialirkan ke Sungai Edo untuk kembali ke laut.
Thames Barrier
Teknologi anti banjir selanjutnya ada di London, Inggris. Bernama Thames Barrier, penghalau banjir ini dibangun sejak tahun 1974 dan selesai pada tahun 1982. Thames Barrier adalah teknologi penghalau banjir yang membentang selebar 520 m di sungai Thames dan melindungi sekitar 125 km2 kota London dari Banjir.
Teknologi ini juga bersifat dinamis. Thames memiliki 10 gerbang baja yang masing-masing seberat 3,3 ribu ton yang bisa tertutup dan terbuka. Ketika dibuka, maka aliran air Sungai Thames berjalan normal dan kapal bisa beraktifitas seperti biasa.
Tetapi saat Badai melanda atau air laut pasang, maka Thames Barriers akan tertutup dimana saat tertutup, gerbang tersebut mampu mencapai ketinggian 20 m. Untuk menutup gerbang tersebut membutuhkan waktu 1,5 jam.
Adapun tujuan penutupan gerbang untuk menghentikan aliran dari hulu sungai agar berhenti dan tidak mengalir menuju pusat kota. Gerbang akan kembali terbuka jika kondisi sudah normal kembali.
The Great Wall Louisiana
Great Wall of Louisiana merupakan penghalang gelombang air yang dibangun sejak 2010 dan selesai tahun 2013. Tembol raksasa Louisiana itu dibangun karena termotivasi atas bencana badai Katrina tahun 2005 yang terjadi di New Orleans Amerika Serikat 2005 lalu.
Tembok ini memiliki ukuran raksasa dengan panjang 2,8 kilometer dan ketinggian 7,6 meter. Selain itu, tembok ini dilengkapi oleh terowongan, pelabuhan, dan mesin pompa dengan kekuatan 5 ribu tenaga kuda atau 3,6 juta watt.
Great Wall of Louisiana mampu menghalang gelombang laut ketika badai sehingga musibah banjir bisa dihindari.
Dinding Anti Banjir Grein
Di Austria ada juga teknologi anti banjir yang dibangin oleh pemerintah kota Grein. Menariknya, teknologi itu berupa dinding yang bisa dibongkar dan dipasang kembali.
Dinding ini memiliki ketinggian 3,6 meter dan bertugas untuk mengarahkan luapan air dari sungai Danube. Caranya, pemerintah akan membangun dinding-dinding di pinggiran kali agar air tidak membanjiri permukiman.
Setelah air sungai kembali normal maka dinding tersebut dilepas. Dinding ini telah digunakan sejak tahun 2010 dan dinilai efektif mencegah bencana banjir di kota tersebut.
Delta Plan
Belanda telah belajar banyak dari bencana banjir yang melanda di tahun 1953. Bencana tersebut telah merenggut nyawa lebih dari 1.800 orang. Tidak ingin mengalami hal serupa, Belanda pun membangun mega proyek untuk mengendalikan banjir bernama Delta Plan. Cara teknologi itu adalah dengan memakai kotak-kotak raksasa dari besi beton yang diturunkan ke dalam air laut sepanjang 30 kilometer.
Proyek Delta Plan yang menutup laut Zuiderzee tersebut terdiri dari 13 bagian yang membentuk sistem perlindungan banjir. Proyek ini telah selesai sejak 1997, dan menghabiskan biaya 3 ribu juta Gulden atau Rp 24 triliun. Walaupun mahal, Delta Plan mampu melindungi Belanda dari resiko banjir menjadi 1 kali dalam 4 ribu tahun. Akibat kehebatannya, Delta Plan disebut-sebut sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia modern.
Terowongan SMART
Negara tetangga Indonesia, Malaysia juga punya teknologi anti banjir bernama Stormwater Management and Road Tunnel atau disingkat Terowongan SMART. Sesuai namanya, terowongan ini dimanfaatkan untuk mengendalikan banjir disana.
Proyek SMART dibangun sejak tahun 2003 dan mulai digunakan sejak tahun 2007. Terowongan itu memiliki diameter 13,2 meter dan panjang 9,7 kilometer, dimulai dari Kampung Berembang yang dekat dengan sungai Klang, dan berakhir di danau Taman Desa yang dekat dengan sungai Kerayong.
Terowongan ini juga multifungsi. Selain untuk mengendalikan air, SMART juga digunakan untuk mengurai kemacetan lalu lintas di sana.
Tubewall
Terakhir ada di Swedia. Namanya adalah Tubewall yang berbentuk tabung, dan terbuat dari bahan kain anti bocor yang dapat menggembung seperti balon. Tabung ini pun bisa dihubungkan satu sama lain, dan bisa menahan banjir dengan ketinggian maksimal 100 cm. Untuk memasang Tubewall sepanjang 60 meter, dibutuhkan waktu sekitar 1 jam. Ketika banjir sudah surut, Tubewall tinggal dikempeskan dan dilipat kembali.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR